SOROT 90

Dari Geruduk Waria Sampai Komunis

FPI melakukan konvoi dengan kendaraan bermotor.
Sumber :
  • www.fpi.or.id

VIVAnews—MUNGKIN karena kerap tampil sangar saat aksi razia anti maksiat, maka Front Pembela Islam (FPI) dicap sebagai organisasi suka main hakim sendiri. Lalu apa sebetulnya kegiatan lain organisasi ini selain “patroli” dengan kenderaan bermotor, lalu menggeruduk tempat judi, pelacuran, atau kedai minuman keras?

“Bukan cuma razia dan sweeping,” ujar Sekretaris Jenderal FPI Shobri Lubis, Kamis 02 Juli 2010 di Jakarta. Kata dia, kegiatan FPI lebih banyak menggelar pengajian, dan kegiatan sosial. Soal aksi bakti sosial ini,  kata dia, Front itu kerap terjun ke daerah bencana.  "Kalau penertiban, itu hanya sebagian kecil kegiatan kami, tapi itu justru yang terus diberitakan," ujarnya.

Ada yang dibanggakan Shobri soal bakti sosial ini, yaitu saat mereka membantu korban bencana tsunami di Aceh pada akhir 2004-2005. Relawan FPI dinyatakan paling aktif. Mengutip data dilansir Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, selama setahun anggota FPI mengevakuasi 70 ribu jenazah.  “TNI hanya 40 ribu jenazah, dan PMI hanya 25 ribu,” ujar Shobri.

Perannya di Aceh, klaim Shobri, makin membuat FPI populer di Indonesia. "Dulu, di Aceh banyak yang antipati dengan FPI, tapi setelah mereka melihat langsung kegiatan kami, banyak yang bergabung. Hal serupa juga terjadi saat kami membantu korban bencana gempa di Yogyakarta," dia menambahkan.

Menggeruduk Waria

Tapi, apa boleh buat, FPI lebih banyak dikenal karena aksi-aksi yang dinilai banyak orang sebagai “brutal”. Sejak dideklarasikan di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, pada 17 Agustus 1998 lalu, FPI memang kontroversial. Citranya yangt tampak ke publik, maupun media massa adalah kekerasan.

Misalnya, saat Front itu menyerang aktivis Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) di Monas pada Hari Kelahiran Pancasila, Juni 2008 lalu. FPI memukuli orang-orang, termasuk di dalamnya ibu-ibu dan anak-anak. Puluhan orang terluka, patah hidung dan kepala bocor.  Insiden itu akhirnya mengirim Ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq dan Panglima Komando Laskar Islam (KLI) Munarman ke penjara.

Juga ketika puluhan anggota FPI dan Laskar Pembela Islam (LPI) mendatangi seminar pelatihan Hukum dan HAM pada komunitas waria di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Jumat 30 April 2010, yang diselenggarakan Komnas HAM.

Tanpa permisi, mereka masuk, berteriak-teriak, dan memecahkan gelas-gelas. Acara sontak bubar, para waria ketakutan berhamburan ke luar. Zaenal Abidin dari Komnas HAM ikut jadi menjadi sasaran kemarahan FPI.

Belajar dari Wanita Ngamuk ke Dishub karena Digembok Mobilnya, Pahami Aturan Parkir di Jalan

Yang terakhir, FPI dilaporkan oleh anggota Komisi IX DPR dari PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning ke Mabes Polri karena telah membubarkan pertemuan dalam rangka kunjungan kerja ke Jawa Timur.

Mengenai aksi-aksi tersebut Shobri menjelaskan,  bahwa FPI bukan menyerang simbol negara. “Yang kami serang adalah kemungkarannya. Untuk acara Komnas HAM di Depok, itu kan acara kemaksiatan. Masa Komnas HAM bikin acara kontes waria,” ujar Shobri.

Acara seminar itu, menurut dia, hanya kamuflase. Sebenarnya acara kontes waria. “Buktinya ada kok. Baju untuk kontes. Dan itu merupakan bagian dari kemungkaran. Tidak benar kalau Komnas HAM bikin kontes waria.”

Sama halnya dengan acara di Banyuwangi. “Jangan berpura-pura itu acara silaturahmi. Itu sebenarnya acara temu kangen eks PKI [Partai Komunis Indonesia]. Itu kami ketahui dari kartu undangan yang kami temukan. Acara sosialisasi kesehatan itu hanya kamuflase saja,” kata Shobri.

FPI berdalih tindakannya itu membantu pemerintah menjalankan aturan. Ia menilai saat ini polisi sedang bingung. Ada berbagai macam benturan, satu sisi polisi seharusnya menegakkan hukum dengan mudah, tapi di sisi lain ada hal-hal yang berkaitan dengan HAM (hak azasi manusia).  “Sehingga mereka bingung. Jadi sepertinya polisi tidak berani berbuat karena takut langgar HAM dan polisi tidak berani melakukan penegakan hukum.”

Dituntut bubar

Tindakan FPI yang dinilai mengedepankan cara-cara kekerasan memicu protes masyarakat. Bahkan, tak sedikit yang berharap ormas ini dibubarkan.

Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla, salah satunya. FPI harus dibubarkan karena sudah melakukan kekerasan secara sistematis.

PAN Anggap Anies dan Ganjar Hadir atau Tidak dalam Penetapan Prabowo Tak Ada Pengaruhnya

Dia menilai, masalah membubarkan FPI masih ada keraguan dari pemerintah.  "Diperlukan tekanan masyarakat sipil untuk membubarkan," ujarnya.

Wacana pembubaran FPI sebenarnya bukan bukan barang baru. Pada 14 Oktober 2002, misalnya, sekitar 300 orang pekerja beberapa tempat hiburan di Jakarta berdemo di depan Gedung DPRD DKI Jakarta.

Mereka menuntut pembubaran FPI, menyusul aksi sweeping dan razia yang dilakukan FPI terhadap tempat-tempat hiburan malam.

Pada Mei 2006, giliran FPI berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertikaian ini berawal dari acara diskusi lintas agama di Purwakarta, Jawa Barat.  Perdebatan antara Gus Dur dan FPI pun memanas sampai akhirnya mantan presiden ini turun dari forum diskusi.

Pada Juni 2006 Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto untuk menindak ormas-ormas anarkis secepatnya. Pemerintah, melalui Menko Polhukam Widodo AS sempat mewacanakan pembubaran ormas berdasarkan peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985.

Namun, FPI terus bertahan. Dugaan bermunculan. FPI dikabarkan dekat dengan oknum militer – terkait proses pembentukan Pam Swakarsa – massa pendukung Sidang Istimewa MPR tahun 1998.  Sejumlah petinggi militer hadir dalam deklarasi FPI, salah satunya, Mantan Kapolda Jakarta Nugroho Djajoesman.

Belakangan, dalam memoarnya ‘Meniti Gelombang Reformasi’, Nugroho Djajoesman mengatakan kedekatannya dengan FPI dalam rangka tugas pembinaan. Ia bukan ‘Jendral Taliban’ sebagaimana dituduhkan orang. “Betapapun sepak terjang yang meresahkan masyarakat, organisasi seperti FPI semestinya dirangkul dan diajak bicara mengenai persoalan sosial-kemasyarakatan yang terjadi.”

Dugaan bahwa FPI dibekingi petinggi militer juga dibantah keras oleh Shobri. “FPI nggak ada urusan dengan Pam Swakarsa, pejabat tinggi manapun, partai politik atau ormas manapun. Di atas FPI cuma Allah,” kata Sobri, dengan suara tinggi.

Meski mengusung amar ma'ruf nahi munkar, apa yang dilakukan FPI seringkali juga masuk ke wilayah politis.  Pada 10 Agustus 2000 misalnya,   DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Maklumat Pengembalian Piagam Jakarta.  Beberapa hari kemudian FPI mengeluarkan pernyataan sikap tentang penolakan calon presiden wanita.

Mengenai apakah faham yang dianut FPI beraliran Wahabi, Shobri mengatakan,“Ideologi kami biasa saja, Islam ahlussunnah wal jamaah asy'ariyah, madzhabnya Imam Syafi'i.”

Anies dan Cak Imin Hadir ke KPU Jelang Penetapan Prabowo-Gibran

“Jadi FPI bukan Wahabi. Sekalipun ketua umum FPI (Habib Rizieq) sempat belajar di Saudi Arabia, tapi beliau tetap komitmen untuk tetap dalam ahlussunnah wal jamaah.”

Shobri menegaskan, FPI tetap mendukung NKRI. ”Kalau boleh saya bercerita, FPI awal berdiri pada tanggal 17 Agustus 1998. Kami pilih tanggal itu untuk mengenang hari kemerdekaan.”

Ada tiga alasan mengapa FPI berdiri. Pertama, pasca reformasi, Indonesia sangat marak kemaksiatan. Kedua,  marak kemunkaran. Ketiga, tidak ada kontrol sosial dari pemerintah pada saat itu. Dan itu semua tidak dapat dibendung oleh pemerintah.  “Awal reformasi banyak preman berkeliaran, dan aparat nggak ada yang berani terhadap preman itu,” ujarnya.

Prabowo-Gibran jelang penetapan Presiden-Wapres Terpilih di KPU

Ini Deretan Menteri Jokowi yang Hadir di KPU Saksikan Penetapan Prabowo Presiden

KPU hari ini menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024