SOROT 420

Bermodal Amplop Pernikahan

Sally Giovanny dan Ibnu Riyanto, pasangan pengusaha batik Trusmi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Purna Karyanto

VIVA.co.id – Toko batik seluas 1,5 hektare di Kota Cirebon, Jawa Barat selalu ramai dikunjungi orang. Trusmi namanya. Menjadi salah satu ikon wisata dari Kota Udang. Pemiliknya perempuan muda yang menikah di usia muda, Sally Giovani.

Setelah 29 Oktober, Museum Sumpah Pemuda Istirahat Sementara

Usianya masih 27 tahun. Menikah di saat umurnya beranjak 17 tahun. Pengusaha cantik berhijab ini sukses menjadi pengusaha batik Cirebon barlabel Batik Trusmi.

Sally adalah contoh anak muda yang berhasil mewujudkan impiannya, setelah berjuang sekian tahun. Dia kini mempekerjakan 850 karyawan tetap dan memiliki 500 perajin batik di tanah kelahirannya, Cirebon.

Video Musik Sabang Merauke, Wujudkan Semangat Sumpah Pemuda

Ditemui di toko batiknya di Jalan Trusmi Kulon No. 148 Plered, Cirebon, Sally yang mengenakan hijab berwarna pink ini terlihat anggun dan sederhana.

Sally berkisah. Menikah muda adalah keinginannya bersama sang pacar yang kini menjadi suaminya, Ibnu Riyanto. Usia mereka sama. Semula, kedua orangtua mereka sempat menentang, tapi keduanya mampu meyakinkannya.

Prananda Ajak Milenial Kasih Kontrubusi ke Negara Buat Akhiri Pandemi

Selama 10 tahun perjuangan membangun usaha, jatuh bangun pun dirasakan.  Beberapa kali gagal dan sempat ditipu tidak menyurutkan langkah Sally memulai usaha di usia 17 tahun.

"Saya berasal dari keluarga broken home. Ibu single parent. Saat bertemu mas Ibnu, kami sepakat untuk menikah selepas SMA,” kata Sally.

Alasannya menikah muda, karena tidak ingin membebani keluarga. Mereka pun memulai usaha. Uang hasil kado pernikahan jadi modal.

Dari Kain Kafan

Berjualan kain kafan menjadi awal usahanya. Saat itu, bersama suaminya, tidak tahu harus memulai usaha dari mana. "Karena itu yang paling mudah, kami enggak berpikir lagi. Modal kecil bisa beli kain putih saja," ujar Sally yang hobi traveling ini.  

Namun, ia berpikir, jualan kain kafan tidak menentu. Barang terjual tidak bisa diprediksi. Sally pun mulai banting setir. Kendati masih di kain, strategi baru ditempuh.

Hasil mengikuti seminar di Balikpapan selama tiga hari tiga malam menjadi tambahan ilmunya dalam berbisnis. Dia berpikir, bagaimana caranya produk yang dijual lebih banyak dan konsumen membeli berulang.

 "Kami tidak boleh menyerah. Ada peluang di sekitar kami. Di daerah Trusmi banyak perajin batik, dan saya baru tahu bahan untuk batik adalah kain mori," kata Sally.

Sally pun mulai berjualan kain mori untuk batik. Dari perajin batik, Sally banyak mendapat ilmu. "Kami jadi paham, belajar bisa dengan siapa saja dan di mana saja. Kami juga dapat ilmu tentang batik Cirebon, proses batik tulis, batik cap, dan motif batik Cirebon," kata Sally tersenyum.

Perempuan dengan tinggi 160 sentimeter ini, menyebut, selain dapat ilmu dari jual kain ke perajin, ia juga tahu cara berjualan.  Sally pun memberanikan diri membawa batik dari perajin ke pasar di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. “Ada pembagian tugas antara saya dan suami. Saya kebagian pemasaran," katanya.

Sally mengakui, cibiran kerap mereka terima. Masih dianggap muda dan nekat jadi alasan. Sejak awal menikah, sudah banyak yang tidak mempercayai dan meragukan.

Namun, banyaknya cibiran itu justru menjadi motivasi bagi Sally dan suami. Bak energi positif, mereka malah lebih bersemangat. Ingin membuktikan bahwa mereka bisa.

Tak Laku

Sally Giovanny - batik trusmi

Toko batik Sally dan Ibnu mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia sebagai toko batik terluas dengan pemilik termuda. (VIVA.co.id/Purna Karyanto)

Sally mengaku, di awal berjualan batik sempat tidak laku. "Mungkin karena kami terlalu bersemangat dan langsung action. Tanpa survei dulu, batik apa yang laku. Jualan, ya jualan aja,” tuturnya.

Pengalaman itu, akhirnya jadi pelajaran. Mereka jadi tahu, perencanaan dan tindakan harus beriringan. Tidak bisa hanya bertindak tanpa ada perencanaan.

Karena belum punya toko, bersama suami, Sally rela menempuh perjalanan hingga 30 jam untuk mengantarkan barang dagangan. Akhirnya, pada 2007, setelah modal terkumpul lagi, Sally membuka toko di rumahnya dengan ukuran 4 x 4 meter.

"Kami memasang bilboard besar, tulisannya Batik Trusmi termurah dan terlengkap,” ujarnya.

Orang pun jadi penasaran dan datang ke toko. Bila barang yang dicari tidak ada di tempat, dengan sepeda, Sally bergegas ke toko-toko untuk ambil kain.
“Kami tanggung jawab dengan apa yang sudah kami iklankan itu," tutur Sally.

Sally dan Ibnu pernah menjalankan prinsip “jemput bola”. Tak jarang, mereka bersedia ditunda pembayarannya menunggu hingga produknya laku.

Awal Kesuksesan

Awal puncak kesuksesan pun tiba. Bermula saat batik sempat diklaim Malaysia pada 2008, sebelum akhirnya ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia pada 2009.

Masyarakat mulai banyak mengenakan batik. Batik Trusmi pun makin dikenal. "Kami memanfaatkan momentum dan peluang itu. Apalagi, saat itu mulai ramai penjualan online," ujarnya.

Toko kecil yang awalnya hanya menggunakan ruang tamu, mereka bangun menjadi lebih besar dan bertingkat. Penjualan meningkat.

Saat mulai berkembang, Sally berencana untuk memiliki toko yang besar. Pada 2011, pabrik rotan yang sudah lama tidak terpakai dibelinya. Pabrik dengan luas 1,5 hektare  itu pun disulap menjadi toko megah hingga saat ini.

Setahun kemudian, toko batik Sally dan Ibnu mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia sebagai toko batik terluas dengan pemilik termuda. “Keberuntungan itu akan berpihak pada orang yang siap dan kerja keras,” tuturnya.

Ekspansi terus dijalankan. Pada 2013, Sally dan Ibnu mulai memperluas jaringan bisnis melalui jalur online. Mereka sadar, dunia digital sangat luas pasarnya. Peluang juga sangat besar. Pesanan dari korporat pun akhirnya banyak mereka terima dari jalur online.

"Saya sengaja ingin lebih mengenalkan batik khas Cirebon. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga dunia,” tuturnya.

Sally Giovanny - batik trusmi

Sally kini mempekerjakan 850 karyawan tetap dan memiliki 500 perajin batik di tanah kelahirannya, Cirebon.(VIVA.co.id/Purna Karyanto)

Batik Cirebon sangat khas dan kaya dengan corak. Ada satu motif, yaitu Mega Mendung yang sangat dikenal. “Karena itulah saya angkat batik Cirebon ini," kata Sally yang pernah menerima Piagam Penghargaan sebagai Eksekutif Berprestasi Indonesia 2013 oleh Forum Peduli Prestasi Bangsa (FPPB).

Penjualan secara online menyumbang pendapatan terbesar. Meski, penjualan online dan offline bersaing secara sehat.

Saat ini, toko batik yang mereka rintis dengan susah payah sudah memiliki 10 cabang. Tersebar di lima kota besar di Indonesia, di antaranya di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Tidak hanya menjual batik khas Cirebon, mereka menyediakan aneka batik nusantara. Beragam kuliner khas daerah dan kerajinan tangan juga dijajakan. Struktur manajemen mereka profesional, namun tetap berbasis kekeluargaan.

Penghargaan hingga Motivator

Berkat kerja kerasnya itu, sejumlah penghargaan diraih perempuan yang telah memiliki dua anak ini. Sebut saja Pemegang Rekor Muri 2013 dan 2014 untuk Kategori Pemilik Toko Batik Terluas (Pusat Grosir Batik Trusmi), Indonesian Creativity Award untuk Kategori The Best Design and Quality Product of The Year, Peraih Certificate of Achievement Top 50 Leader of The Year 2013 untuk Kategori Top Quality Product Excellent.

"Jujur saja ya, sekarang bukan uang yang saya cari. Yang saya pikirkan bagaimana caranya bisa berkarya dan karya itu bisa bermanfaat bagi banyak orang. Dream big kami ingin punya 1 juta karyawan," kata Sally.

Di tengah kesibukan berbisnis, mereka juga sudah mengeluarkan buku tentang muslim muda miliarder dan menjadi best seller. Permintaan menjadi motivator terus berdatangan, dari dalam maupun luar negeri, seperti Hong Kong, Turki, China, Jepang, dan Amerika.

"Ada rasa sakit yang tidak pernah membuat kami menjadi mati, justru rasa sakit itu membuat kami semakin kuat. Makanya, jadilah kuat agar bisa menguatkan orang lain, jadilah besar agar bisa membesarkan orang lain," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya