SOROT 380

Memburu Bahrun Naim

Bahrun Naim, pemimpin kelompok ISIS wilayah Asia.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha

VIVA.co.id - Rumah dua lantai itu - yang terletak di dekat Sungai Pepe, Kelurahan Sangkrah, Kota Solo - terlihat sepi. Lantai satu yang digunakan sebagai toko dengan pintu warna biru itu juga tertutup rapat.

Satu Terduga Teroris di Batam Dibebaskan Polisi

Bangunan berdinding putih ini merupakan kediaman orangtua Bahrun Naim. Biasanya, toko yang terletak di lantai satu bangunan itu ramai pembeli.

Beragam makanan beku siap saji - seperti nuget, tempura, otak-otak, bakso dan lainnya - dijual di toko ini. Namun, setelah teror bom dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016,  toko itu langsung tutup. Pelanggan yang ingin membeli makanan olahan tersebut harus memencet bel lebih dulu di bagian pintu sebelah selatan toko.

Hingga Hari Ini, Sudah 22 Orang Ditahan Terkait Bom Thamrin

Usai Teror Bom di Thamrin itu, keluarga Bahrun Naim menutup diri dan lebih banyak berdiam di dalam rumah. Ini terjadi setelah polisi menuding Bahrun Naim sebagai dalang aksi teror di Thamrin.

Dua orang perempuan berhijab sempat membukakan pintu, setelah sejumlah wartawan mencoba bertamu. Namun, mereka menolak melayani permohonan wawancara dan langsung menutup pintu.

Peta Gerakan ISIS di Indonesia

Bahkan, pada hari Jumat, sehari setelah teror di Jakarta terjadi, rumah tersebut dijaga oleh sejumlah laskar.

Sosok Pendiam

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/01/22/361300_bahrun-naim_663_382.JPG

Bahrun Naim saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Solo, 21 Februari 2011.

Bahrun Naim dikenal sebagai warga Solo dan masih terdaftar sebagai warga Sangkrah, Pasar Kliwon. Menurut seorang petugas Kelurahan Sangkrah, yang tak mau disebutkan namanya, hingga saat ini pria kelahiran Pekalongan, 6 September 1983 tersebut belum pernah mengajukan pindah alamat.

“Dia masih tercatat sebagai warga sini,” kata petugas itu kepada VIVA.co.id, Jumat, 15 Januari 2016.

Setelah menikah, pria bernama lengkap Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo ini sempat mengontrak sebuah rumah, yang jaraknya tak jauh dari kediaman orangtuanya, yakni di daerah Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo.

Di rumah kontrakan itu, putra nomor dua dari empat bersaudara tersebut pernah dicokok oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror pada tahun 2010.

Tudingan polisi yang menyebutkan Bahrun Naim menjadi dalang di balik serangan teror bom Thamrin membuat warga di sekitar kediaman orangtuanya kaget.

Sugeng, salah satunya. Ia tak percaya, tetangganya itu dituduh sebagai otak dari bom Thamrin.

“Kaget saja karena tidak ada tanda-tanda jika Mas Naim seperti itu,” ujar Sugeng kepada VIVA.co.id, sehari setelah kejadian.

Menurut warga setempat, Bahrun Naim merupakan sosok yang dikenal memiliki kepribadian yang sangat sopan. Selain itu, jebolan D3 Ilmu Komputer, Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo ini juga pendiam.

Alumnus SMA Al Islam Solo tahun 2001 ini juga jarang meriung dan berkumpul dengan warga sekitar. Berbeda dengan ayahnya, Fathurohman, yang sangat aktif bertetangga.

“Kalau bapaknya memang orangnya baik dan sering bersosialisasi dengan warga. Sedangkan Mas Naim itu jarang berkumpul dengan masyarakat,” ujar Sugeng menambahkan.

Dia mengaku sudah jarang melihat Bahrun Naim di rumah orangtuanya. Terakhir kali melihat putra nomor dua dari empat bersaudara itu sekitar setahun lalu.

“Saya tidak lihat Mas Naim sudah lama sekali. Kira-kira tahun lalu terakhir melihatnya.”

Tak Pernah Masuk Pesantren

Sebelum kuliah di Progam Diploma D3 Jurusan  Ilmu Komputer, Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Bahrun Naim mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah atas di SMA Al Islam Solo. Saat kelas 3, ia mengambil penjurusan IPA.

“Saat itu Bahrun Naim di kelas 3 IPA1,” kata salah satu teman sekolahnya yang menolak disebutkan namanya.

Dahlan Zaim, adik kandung Bahrun, mengatakan kakaknya tidak pernah masuk pesantren. Menurut Dahlan, kakaknya hanya mengenyam pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi.

“Kakak saya itu lulusan Al Islam. Setelah itu langsung diterima di Ilmu Komputer Fakultas MIPA UNS,” kata Dahlan, Selasa 18 Januari 2016.

Sumber VIVA.co.id mengungkapkan, Bahrun awalnya dikenal sebagai aktivis yang tak terlalu radikal. Saat itu dia masih bergabung dengan HTI.

Namun, lambat laun, Bahrun mulai kenal dengan beberapa orang yang berasal dari kalangan radikal yang ada di Solo. Bahkan, bagi kalangan ‘kelompok lama,’ ia dikenal sebagai tempat yang paling aman untuk menyembunyikan berbagai barang yang akan digunakan untuk melakukan aksi teror.

“Dulu saat ditangkap juga karena menyembunyikan amunisi titipan kan,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu.

Bahrun bukan mahasiswa yang cemerlang dalam bidang akademik. Wakil Dekan III Fakultas MIPA UNS, Prof Sugiarto, mengatakan nilai akademik Bahrun tidak terlalu bagus di kampus.

Meski demikian, oleh kawan-kawannya ia dipercaya sebagai ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komputer.

“Dia malah tidak ikut organisasi keagamaan di internal kampus SKI (Siar Kerohanian Islam). Namun tidak tahu jika yang bersangkutan ikut di organiasi keagamaan di luar kampus. Yang kami tahu berdasarkan infoirmasi dari teman kuliahnya jika dia ketua himpunan mahasiswa jurusan,” ujar Sugiarto, Jumat pekan lalu.

Bahrun masuk kuliah pada tahun 2002 dan lulus tiga tahun kemudian. Hanya saja ketika disinggung detail mengenai kegiatan belajar di jurusan tersebut, Sugiarto mengaku tidak tahu dengan pasti.

“Sebatas itu saja yang bisa kami sampaikan. Intinya kalau dia itu nilai IPK-nya kurang bagus,” kata Sugiarto.

Meski demikian, Bahrun dikenal piawai mengoperasikan komputer dan memperbaiki jaringan teknologi informasi (TI). Kemampuan Bahrun Naim itu sempat dirasakan oleh Rutan Kelas 1A Solo. Menurut penuturan salah satu staf rutan, Junaedi, Bahrun sering memperbaiki komputer di rutan yang rusak. “Kalau soial komputer dia memang pintar,” ujar Sugiarto.

Mengaku Kenal Baasyir

Bahrun rupanya tidak saja cakap mengoperasikan komputer. “Dia mengaku mahir menggunakan senjata api,” ujar seorang sumber VIVA.co.id, Rabu 20 Januari 2016.

Saudara Bahrun yang menolak disebutkan namanya ini mengungkapkan pengakuan itu disampaikan Anggih - panggilan keluarga terhadap Bahrun Naim - pada tahun 2008.

Saat itu, Anggih datang ke rumahnya karena ada acara terkait khilafah. Dengan enteng, Bahrun Naim mengatakan, ia sudah mahir menggunakan senapan jenis AK-47 dan M16.

Di depan saudaranya itu, Anggih mengaku bisa mengoperasikan senjata tersebut karena sudah pernah ikut pelatihan militer di Solo.

Tak hanya itu, Anggih juga mengaku kenal dan dekat dengan Abu Bakar Baasyir. Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki dan juga pemimpin Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) itu tengah menjalani hukuman penjara selama 15 tahun sejak 2011 akibat kasus terorisme.

Bahrun juga mendukung upaya sejumlah kelompok yang memperjuangkan khilafah. Ia bahkan membela sejumlah orang yang diseret ke pengadilan dan dipenjara karena kasus terorisme. “Apa yang diberitakan media itu bohong semua,” ujar sumber VIVA.co.id menirukan.

Pengakuan Bahrun itu seolah mendapat pembuktian saat polisi menggerebek rumahnya dan menemukan ratusan butir peluru. Bahrun langsung dicokok Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror karena menyimpan 533 butir peluru senjata laras panjang dan 32 butir peluru 9 milimeter.

“Peluru yang disimpan Bahrun Naim merupakan titipan dari Purnomo Putro alias Ipung yang diduga terlibat dalam jaringan teroris Cirebon,” kata bekas kuasa hukum Bahrun Naim dari Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah, Anis Priyo Anshorie, kepada VIVA.co.id, Selasa 19 Januari 2016.

Peluru itu dititipkan kepada Bahrun sekitar tahun 2004. Setelah lima tahun tidak diambil, justru Bahrun yang ditangkap Densus dengan tuduhan menyimpan amunisi.

“Di persidangan memang terbukti Mas Bahrun menyimpan peluru. Dia dipersalahkan karena menyimpan amunisi titipan Ipung,” ujarnya menambahkan.

Namun, Bahrun tidak dijerat dengan Undang-undang Antiteror. Ia hanya didakwa atas asal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat 12/1951.

Hakim memvonis 2,5 tahun penjara dalam persidangan yang digelar pada tahun 2011. Setelah itu Bahrun Naim ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1A Solo.

Keluar Penjara   

Setelah keluar dari penjara, Bahrun sempat mendirikan sebuah tabloid. Menurut Anis, Bahrun pernah menerbitkan tabloid cetak dengan nama Independent Pos.

Hanya saja mengenai isi tabloid tersebut, Anis mengaku sudah lupa. “Medianya itu cuma terbit berapa kali, setelah itu tutup. Independent Pos menulis soal berita-berita apa saya lupa,” ujarnya.

Sumber VIVA.co.id mengaku sempat bertemu Bahrun Naim pada 2013. Saat itu, pria yang baru saja keluar dari penjara itu mampir ke rumahnya dan bermaksud meminjam mobil.

Alasannya, dia akan bertemu sejumlah temannya. Selain itu Bahrun mengaku sedang mencari lahan karena akan merintis bisnis properti.

Kala itu, Bahrun sempat bercerita bagaimana pengalamannya selama dipenjara. “Ia mengaku sering mengalami penyiksaan selama di penjara,” ujar dia.

Setelah pertemuan itu, Bahrun menghilang. Berdasarkan keterangan dari sumber yang berbeda, awal 2015, Bahrun berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Bahrun pergi dengan menggunakan paspor asli yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Surakarta. Ia berangkat ke Suriah dengan mengajak istrinya yang kedua, yang bernama Siti Lestari.

VIVA.co.id meluncur Kantor Imigrasi Surakarta guna memastikan informasi tersebut. Namun, Ketua Pelaksana Harian Kantor Imigrasi Surakarta, Agus Setiadi, berdalih belum mengecek informasi itu.

“Kami belum cek. Kami masih menununggu perintah dari dirjen,” ujar Agus singkat.

Pemain Baru

Peneliti terorisme, M. Zaki Mubarak, mengatakan Bahrun merupakan ‘pemain’ baru. Menurut dia, nama Bahrun baru muncul pada 2010 dan tak banyak dikenal oleh kelompok jihadis.

Namanya muncul karena dia tersangkut kasus hukum menyimpan ratusan peluru. “Artinya penokohan kepada Bahrun Naim ini dibuat-buat,” ujar Zaki kepada VIVA.co.id, Selasa 19 Januari 2016.

Menurut dia, Bahrun bukan 'pemain besar.' Dia memang ahli IT namun bukan figur sentral seperti tudingan polisi.

Namanya baru muncul terkait dengan kasus amunisi. Namun setelah itu tidak terlihat kiprahnya.

“Ketika Kepolisian menyebutkan pengikutnya ada 200 orang, saya ragu. Ideologi seperti apa yang menjadi pengikat. Padahal dia tidak pernah melontarkan gagasannya,” ujar pengamat asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Meski demikian, Bahrun dinilai berhubungan dengan sejumlah kelompok garis keras di Tanah Air. Misalnya dengan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang merupakan pecahan dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Dalam perkembangannya JAT pecah antara kelompok yang mendukung Negara Islam Irak dan al-Syam (ISIS) dengan yang menolak berbaiat dengan pemimpin ISIS, Abu Bakar al Bagdadi. “Bahrun Naim ada di kelompok JAT yang mendukung ISIS,” ujar Zaki.

Menurut Zaki, secara ideologis, Bahrun banyak belajar dari Aman Abdurahman, tokoh JAT yang mendukung ISIS. Pemain-pemain baru (teroris) tidak cukup mengenal Abu Bakar Baasyir.

Pasalnya, Baasyir lebih dekat dengan kelompok-kelompok Afganistan. Sementara, teroris sepuluh tahun terakhir bukan generasi Afganistan.

Mereka lebih kenal dengan Aman Abdurahman yang mewakili kelompok baru. “Apalagi dia pemandu keagamanan dan keilmuannya melebihi Baasyir.”

Namun, analisis itu dibantah Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta. Menurut dia, Bahrun tidak pernah bergabung dengan JAT pimpinan Abu Bakar Baasyir. 

“Berdasarkan keterangan dari teman-teman JAT, Bahrun Naim tidak pernah menjadi anggota Jamaah Anshorut Tauhid. Itu perlu digarisbawahi. Kemudian Ustad Abu Bakar Baasyir juga tidak ada hubungan dengan Bahrun Naim. Saya yakin bahwa Ustadz Abu tidak pernah kenal dengan Bahrun Naim,” ujar Mahendradatta kepada VIVA.co.id, Selasa 18 Januari 2016.

Mantan terpidana kasus Bom Bali, Ali Fauzi, menilai Bahrun tak sehebat yang dikabarkan. “Dia hanya bagian terkecil di organisasi ini (ISIS),” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis 21 Januari 2016.

Menurut dia, polisi menyebut Bahrun sebagai dalang teror karena dia memiliki peran penting di bidang informasi dan teknologi (IT) di Suriah. Kemampuan Bahrun Naim terkait IT ini yang dijadikan medium untuk menyebarkan propaganda ISIS ke sejumlah negara, termasuk Indonesia.

“Kalau dia dibilang memegang tampuk pimpinan (ISIS), masih ada tokoh lain yang jauh lebih hebat,” ujar adik kandung Ali Imron ini.

Ali Fauzi mengatakan, Bahrun Naim belum layak menjadi pimpinan ISIS di Asia Tenggara. Pasalnya, ada banyak nama lain yang lebih hebat dari Bahrun Naim, baik dari Malaysia, Filipina, maupun Indonesia.

Adik mendiang Amrozi itu menyebut beberapa nama orang Indonesia yang lebih hebat dari Bahrun Naim. “Ada nama Salim Mubarok Attamimi dan Bahrun Syah. Tidak perlu saya sebut semua kan,” ujar dia seraya tertawa.

Ali Fauzi mengaku, semasa bergabung di Jamaah Islamiyah (JI), ia tak pernah bertemu secara fisik dengan Bahrun Naim. “Tapi jejak rekamnya saya tahu sebelum ada operasi teror di Sarinah, Jakarta,” ujarnya menambahkan.

Menurut Ali Fauzi, Bahrun telah lama mengikuti kajian-kaijan kelompok jihad, bahkan jauh sebelum dia ditangkap karena kasus kepemilikan amunisi dan bahan peledak di Solo, Jawa Tengah pada tahun 2010 silam.

“Dia sebenarnya orang biasa. Setelah dipenjara karena kasus kepemilikan amunisi dan handak, dia jadi luar biasa,” kata dia.

Ali Fauzi menyebut, jaringan Bahrun bukan berasal dari JI dan JAT, tapi dari kelompok lain. Sayangnya, ia menolak menyebut nama jaringan Bahrun Naim, juga perekrutnya.

“Kalau Anda pernah mendengar nama Joko Gondrong, yang juga dua kali residivis, Bahrun Naim dekat dengannya. Dia juga akrab dengan kelompok eks Poso dan eks Ambon,” kata Ali Fauzi.

Menghilang

Keluarga soal Bahrun Naim: Dia Dudah Dewasa

Adik kandung Bahrun Naim, Dahlan Zaim saat berbicara pada pers di Solo, Sabtu, 16 Januari 2016.

Dahlan Zaim, adik kandung Bahrun, mengaku tidak mengetahui keberadaan kakaknya itu. Namun, Bahrun pernah pamit kepada orangtuanya untuk melanjutkan studi hafalan Alquran.

“Saya tidak tahu kemana perginya. Saat itu hanya pamit untuk pergi,” ujar Dahlan mengenang.

Dahlan melanjutkan, kakaknya sudah lama sekali tidak berkomunikasi dengan keluarga di Solo. Bahkan, komunikasi terakhir ia lakukan menggunakan sosial media.

“Waktu itu menanyakan kabar bapak dan cucu. “Saya sudah lupa kapan pastinya komunikasi terakhir itu terjalin. Yang pasti saat itu komunikasi hanya lewat sosmed,” ujar pria berkacamata ini.

Intensitas komunikasi yang jarang tersebut membuat Dahlan tidak tahu menahu mengenai kabar dan aktifitas kakaknya tersebut. Bahkan, ia tidak tahu berapa jumlah anak kakaknya saat ini.

“Berapa putranya, saya tak tahu. Soal istrinya sekarang berapa, coba tanya Mas BN saja. Saya tidak tahu,” ujar Dahlan.

Ia mengatakan, pihak keluarga kaget dengan pernyataan polisi yang menuding kakaknya sebagai otak di balik teror bom di Jakarta. Pasalnya, dalam keluarga, Bahrun Naim dikenal orang yang sangat baik.

“Kalau secara subyektif pastinya bagi kami Mas BN itu baik. Dan terkait tuduhan itu kami menyerahkannya supaya hukum yang membuktikan,” ujar Dahlan.

Dia menegaskan, Bahrun sudah dewasa dan mandiri. Sehingga apa yang ia lakukan sudah menjadi tanggung jawabnya sendiri.

“Terus terang pihak keluarga tidak tahu apa-apa soal peristiwa. Apapun yang diputuskan Mas BN merupakan keputusannya sendiri,” ujar Dahlan.

Menurut dia, keluarganya sangat dirugikan dengan tuduhan polisi. Kedua orangtuanya sampai harus menutup toko yang menjadi sumber pendapatan keluarga.

Saat ini, keluarga hanya berharap, Bahrun muncul dan menyampaikan klarifikasi terkait tudingan polisi. Dahlan mengatakan, keluarganya meminta, pihak yang berwajib menegakkan hukum seadil-adilnya kepada kakaknya jika ia muncul.

“Kami memahami posisi Mas Bahrun Naim seperti apa, prosesnya ketika dulu ditangkap. Kami ingin Mas Bahrun Naim bisa memberikan klarifikasi dan harus mendapatkan jaminan ketika di Indonesia nanti,” kata Dahlan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya