SOROT 366

Di Sini Mereka Lindungi Diri

Minimnya Lahan Bermain Bagi Anak-anak
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Azan Isya baru saja berkumandang. Namun, keramaian sudah terdengar dari salah satu rumah di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Sejumlah anak beragam usia tampak bercanda dengan temannya.

Sementara itu, yang lain terlihat sibuk dengan buku di pangkuan. Mereka meriung di lantai, tanpa kursi dan meja. Hanya karpet plastik yang menjadi alas duduk mereka.

Mereka terlihat asyik, mengeja buku atau sekadar bermain ular tangga. Sesekali, tawa mereka pecah menyemarakkan suasana. Tak lama, mereka kembali menekuri buku cerita di tangannya.

Bisingnya suara kendaraan yang lalu lalang dan keramaian ibu kota seolah tak mengganggu konsentrasi anak-anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ini. Televisi yang ada di samping mereka juga tak membuat anak-anak ini tergoda.

Nyawa Putri Melayang di Tempat Seharusnya Dia Bermain

anak-anak membaca di taman zhaffa

Sejumlah anak-anak tampak asyik membaca di Rumah Baca Zhaffa.

Cara Lindungi Anak dari Predator Seks

Anak-anak ini merupakan pengunjung tetap Rumah Baca (RB) Zhaffa. Taman baca yang terletak di tengah permukiman padat penduduk ini memang ramai dikunjungi sejak berdiri. Tak ada yang istimewa dari "perpustakaan" yang didirikan pada Agustus 2008 ini. 

Sejauh mata memandang, hanya ada buku dan bahan bacaan yang tertata di rak atau tergeletak di sembarang tempat. Ratusan buku menumpuk dalam rak yang menempel di dinding ruangan. Sementara itu, sisanya diletakkan di teras rumah karena keterbatasan ruang.

“Saya sudah sering ke sini mas,” ujar Khoiriyah Dea Lesmana, saat VIVA.co.id berkunjung ke taman baca ini, Selasa, 13 Oktober 2015.

Siswi kelas satu SMP ini mengatakan, ia sudah menjadi "pelanggan" tetap RB Zhaffa sejak masih duduk di taman kanak-kanak (TK). Ia mengaku betah di rumah baca ini. Di Zhaffa, ia tak hanya membaca, namun juga bisa bermain dengan teman sebaya. Tak hanya itu, taman baca ini juga sering mengajak mereka jalan-jalan dan berwisata. “Setiap hari saya ke sini.”

Lontaran senada disampaikan Raditya. Siswa kelas empat SD ini mengaku sudah ke Zhaffa sejak kecil. Awalnya, ia diajak saudaranya. Namun, lama kelamaan dia merasa kerasan. Selain membaca dan belajar, ia bisa bermain di tempat ini. “Saya biasa main congklak, puzzle, kereta-keretaan,” ujarnya.

Ia mengatakan, sepulang sekolah, waktunya memang banyak dihabiskan di Zhaffa. Karena, tak ada taman bermain di dekat rumahnya. Hanya ada tanah lapang yang sering digunakan untuk bermain bola oleh anak-anak yang lebih tua darinya.



Ruang Belajar dan Bermain
Pendiri RB Zhaffa Yudy Hartanto mengatakan, ia sengaja mendirikan taman baca karena prihatin dengan kondisi anak-anak di lingkungannya. Sebab, tak ada ruang bermain atau sanggar yang bisa digunakan untuk menyalurkan kreativitas anak-anak. Akibatnya, anak-anak bermain di jalanan atau berlarian di sela-sela gang di depan rumah mereka.

Menurut dia, kondisi itu sangat mencemaskan. Karena, kekerasan dan kejahatan bisa mengancam mereka kapan saja. “Anak butuh ruang untuk bermain agar mereka merasa nyaman,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Selasa, 13 Oktober 2015.

Yudy yakin, taman baca yang ia dirikan bisa menjadi ruang bagi anak-anak untuk bermain dan menyalurkan bakat dan minat. Selain itu, ia berharap, Zhaffa bisa melindungi anak-anak dari ancaman tindak kejahatan atau kekerasan.

Anak-anak membutuhkan sarana untuk mengekspresikan diri. Menurut dia, hal itu ampuh untuk menangkal ancaman kekerasan dan kejahatan terhadap mereka.

“Dengan adanya sarana aktivitas, anak akan terbiasa melakukan kegiatan positif dan merasa ada yang mendampingi mereka,” dia menambahkan.

Sayangnya, fasilitas kreativitas anak di DKI sangat kurang, terutama yang dapat dinikmati anak-anak secara bebas dan gratis. “Sanggar kreativitas dan taman bacaan bisa menjadi solusi mencegah kekerasan anak,” ujarnya yakin.

Putri nan Malang dan Tanah Bermain yang Hilang

Ia ingin menciptakan taman baca yang bukan sekadar buku, tapi menjadi komunitas yang ramah anak. Upaya itu dilakukan dengan menampung apa pun kegiatan yang mendukung tumbuh kembang anak.

“Beberapa aktivitas yang kami lakukan adalah bimbingan belajar gratis, camping, wisata edukasi, menulis, belajar komputer, story telling, membuat kreativitas dari barang bekas, bedah buku dan lain-lain,” tuturnya.

koleksu buku di kampung buku
Taman baca bisa menjadi solusi untuk memproteksi anak-anak dari ancaman kekerasan dan kejahatan. 

Hal senada disampaikan Edi Dimyati. Pendiri taman baca Kampung Buku ini mengatakan, di tengah minimnya ruang bermain anak, taman baca bisa menjadi solusi untuk memproteksi anak-anak dari ancaman kekerasan dan kejahatan. Menurut dia, ruang bermain dan sarana kreativitas anak memiliki fungsi sebagai media tempat anak berkreasi.

“Generasi yang kreatif akan menghilangkan budaya negatif seperti kekerasan, seks menyimpang, dan kasus-kasus lainnya,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 14 Oktober 2015.

Menurut dia, taman baca, sanggar, dan komunitas ampuh untuk menangkal ancaman kekerasan serta kejahatan terhadap anak-anak. Meski tak luas, peran taman baca menjadi penting karena bisa menjadi salah satu ruang anak untuk beraktivitas.


Ia mengatakan, selain menyediakan bahan bacaan, taman baca yang beralamat di Jalan Abdul Rahman, Rt. 15, Rw. 005 Cibubur, Jakarta Timur ini juga menggelar sanggar tari, kelas Bahasa Inggris, kelas menggambar, dance, yoyo, dan sejumlah aktivitas lain.




Jadi Tumpuan

Keberadaan taman baca di wilayah mereka itu disambut baik warga. Mereka menilai, taman baca bisa menjadi alternatif bagi anak-anak untuk menghabiskan waktu sepulang sekolah.


Kasiyono (39) misalnya. Ayah Raditya ini mengatakan, anaknya sering menghabiskan waktu di RB Zhaffa. Anaknya sudah menjadi pelanggan Zhaffa sejak taman baca itu berdiri. Dalam sepekan, anaknya bisa tiap hari ke Zhaffa.


Karyawan swasta ini mengaku terbantu dengan keberadaan Zhaffa. Menurut dia, keberadaan taman baca tersebut membuat ia tenang, meski ia dan istrinya sibuk bekerja. Ia mengaku, taman baca itu sangat membantu pertumbuhan anaknya.


“Anak bisa berinteraksi dengan teman sebaya, tak hanya di rumah atau teman sekolahnya saja. Perkembangannya lebih bagus,” ujarnya kepada
VIVA.co.id
, Selasa, 13 Oktober 2015.


Nenti Anggraini (39) juga menyampaikan pendapat serupa. Anaknya yang bernama Fitri, juga rajin pergi ke taman baca. Fitri tak hanya datang ke taman baca saat libur, namun juga pada hari biasa. Sebab, anaknya yang masih duduk di kelas dua SD tersebut tak hanya membaca, namun juga bermain bersama teman-teman sebayanya.


Ia mengaku terbantu dengan adanya taman baca Kampung Buku. Karena, anak-anak di wilayahnya bisa belajar dan membaca. “Anak-anak bisa baca, meski belum sekolah. Bisa menggambar, menulis, baca-baca. Di sana kan diajarin,” ujarnya kepada
VIVA.co.id
, Rabu, 14 Oktober 2015.


Selain ke taman baca, Fitri hanya di rumah atau main ke lapangan. Sebab, tak ada ruang bermain di RW 005 Cibubur, Jakarta Timur tersebut.


Hal itu diakui Ketua RW 005, Suprayitno (65). Ia mengatakan, di wilayahnya memang belum ada tempat bermain untuk anak-anak. Menurut dia, tak ada program tersebut di wilayahnya, meski Pemerintah Provinsi DKI sudah mencanangkan agar di setiap RW ada taman bermain. Ia mengaku, ruang bermain untuk anak itu sangat dibutuhkan.


“Memang perlu. Kesempatan untuk anak-anak bermain itu. Sekarang anak-anak bermain hanya di lapangan,” ujarnya kepada
VIVA.co.id
, Rabu, 14 Oktober 2015.


Untuk itu, ia sangat mengapresiasi keberadaan Kampung Buku. Menurut dia, taman baca itu berdiri sendiri tanpa bantuan dari pemerintah. Menurut dia, Kampung Buku bisa mengantisipasi pengaruh-pengaruh negatif bagi anak.


“Apalagi sekarang timbul kekerasan, ada pihak-pihak tertentu yang mencari kesempatan,” ujarnya.


Senada dengan yang lain, Suprayitno mengatakan, taman baca bisa mencegah dan melindungi anak-anak dari kekerasan dan kejahatan. Ia mendukung penuh keberadaan Kampung Buku. Menurut dia, apa yang dilakukan Edi dan kawan-kawannya merupakan sesuatu yang bagus.


“Itu luar biasa. Kreatif sekali, patut kita beri apresiasi.”


Nenti dan Kasiyono meminta, pemerintah bersikap tegas terkait kasus-kasus kekerasan anak. Menurut mereka, para pelaku kekerasan anak harus dihukum berat agar bisa menimbulkan efek jera. Juga agar kasus yang sama tidak kembali terjadi.


“Buat pelaku, pelakunya dihukum mati,
dimatiin aja
. Bunuh
aja
kalau
gitu mah
, biar kapok,” ujar Nenti.


Hari beranjak malam. Namun, anak-anak ini masih bertahan di RB Zhaffa. Alih-alih pulang, mereka malah berlarian dan main kejar-kejaran, di tengah kendaraan yang lalu lalang di dalam gang. Mereka mungkin tak ingin bermain di sana. Tapi, mereka terpaksa. Karena, hanya itu ruang kosong yang tersisa.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya