SOROT 337

Menangkal 'Hantu' ISIS

Personel Densus 88 Antiteror Polri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

VIVA.co.id - Police Line terpasang di sekeliling rumah yang ditempati Aprimul Hendri. Terduga anggota Islamic State Iraq and Syria (ISIS) itu dicokok Detasemen Khusus (Densus) 88 beberapa waktu lalu.

Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Meski kosong, polisi tampak menjaga ketat rumah itu. Terletak di Jalan Perdana Blok B No 3 RT 05 RW 07, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, rumah dua lantai itu tampak sepi. Hanya lampu depan yang terus menyala.

Sebuah mobil dengan nomor polisi B 1159 GG terparkir di depan rumah yang semua dindingnya dicat warna pink itu.

ISIS Klaim Rampas Senjata Milik Tentara AS

Meski terkesan mewah, sepertinya si empunya rumah malas merawat halaman dan taman. Rumput liar dan semak belukar tampak menyembul dari belakang pagar yang tertutup rapat.

Aprimul Hendri atau yang biasa disapa Mul ini merupakan salah satu dari lima orang yang dibekuk Densus 88 pada Sabtu, 22 Maret 2015. Pria yang menurut warga pendiam ini diduga merupakan pencari dana untuk memberangkatkan calon anggota ISIS ke Timur Tengah.

Ia diduga menjadi pembina dan perekrut simpatisan organisasi pimpinan Abu Bakar al Baghdadi ini untuk diberangkatkan ke Suriah.

Warga mengatakan, keluarga Aprimul dikenal tertutup dan jarang berbaur dengan tetangga. Selain itu, keluarga ini jarang bertegur sapa dengan warga yang lain. Warga yang menolak disebut namanya ini mengatakan, rumah Aprimul kadang ramai kedatangan tamu.

“Kadang datangnya siang, kadang sore. Kayaknya rapat gitu,” ujar perempuan yang tinggal tak jauh dari rumah yang disewa Aprimul.

Ungkapan senada disampaikan Ketua RT 05 RW 7 Kelurahan Petukangan Selatan, Hidayat Nurwahid. Ia mengatakan, keluarga Aprimul menjadi warganya sejak 19 Januari 2015.

Hidayat mengatakan, Aprimul jarang keluar rumah. Ia hanya keluar rumah jika hendak salat di masjid. Hidayat mengaku menyaksikan saat tetangganya tersebut dicokok polisi.

“Pas ditangkap saya melihatnya. Karena dia melalui pintu keluar kompleks yang dekat dengan rumah saya. Dia keluar gerbang mau salat kayaknya. Ditangkap oleh polisi sekitar jam 16.00 WIB,” ujar Hidayat saat VIVA.co.id berkunjung ke rumahnya, Rabu, 25 Maret 2015.

Meski menjadi ketua RT, Hidayat mengaku tak begitu mengenal Aprimul. Tak ada laporan kepadanya saat Aprimul datang. Aprimul hanya lapor ke pengelola perumahan.

Militer Mesir Klaim Tewaskan Pentolan ISIS di Sinai

“Pas dia masuk, saya nggak mendapat laporan dari pengelola kompleks. Saya tidak tahu namanya, karena tidak melapor ke RT sejak mulai mengontrak,” Hidayat menambahkan. “Setelah ditangkap baru saya tahu namanya dari pengelola kompleks.”

rumah isis

Rumah yang ditempati Aprimul Hendri. Terduga anggota Islamic State Iraq and Syria (ISIS). Foto: VIVA.co.id/Irwandi Arsyad

Kriminalisasi Ideologi

Sejumlah kalangan mempersoalkan langkah Polri menangkap orang-orang yang diduga terkait ISIS itu. Irfan S Awwas misalnya. Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) ini mengatakan, pemerintah dan polisi paranoid, karena menangkap tanpa alasan jelas, apa kesalahan orang-orang yang ditangkap.

"Karena bahaya ISIS di Indonesia belum konkret dan baru sebatas wacana," ujar Irfan kepada VIVA.co.id, Kamis, 26 Maret 2015.

Menurut Irfan, penangkapan oleh polisi tersebut baru sebatas dugaan bukan kejahatan. "Kalau memang itu kejahatan, kami minta tunjukkan hukum mana yang membenarkan. Tidak bisa seseorang itu ditangkap karena dugaan saja," katanya.

Ia menegaskan, tak ada jaringan ISIS di Indonesia. Menurut dia, di Tanah Air, ISIS baru sebatas wacana.

Pendapat senada disampaikan Ismail Yusanto. Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini mengatakan, langkah polisi menangkap sejumlah orang yang diduga berafiliasi dengan ISIS tersebut sebagai bentuk kriminalisasi keyakinan dan ideologi.

Sebab, Ismail menjelaskan, polisi menganggap mereka yang memahami jihad dan khilafah dianggap ISIS. Dan yang mendukung ISIS otomatis salah.

“Padahal, warga tidak melakukan kesalahan. Mereka nyuri nggak di sini, mereka meledakkan apa di sini. Nggak cuma pikirannya setuju dengan ISIS,” ujar Ismail kepada VIVA.co.id, Rabu, 25 Maret 2015.

Ia mengatakan, orang yang memiliki gagasan mengenai jihad dan khilafah dianggap sebagai pelaku kriminal, kemudian ditangkap. “Masa orang yang mempunyai pikiran jihad dan khilafah dianggap jahat. Itu kan ajaran Islam. Ini kriminalisasi,” ujarnya.

Pengamat terorisme, Alchaidar, meragukan sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang dibekuk polisi terlibat jaringan ISIS. Menurut dia, polisi belum cukup bukti untuk memastikan kebenaran tuduhan tersebut.

"Bukti yang ada belum cukup. Orang-orang yang ditangkap polisi memang orang-orang yang memiliki catatan sebelumnya. Dan jika dikaitkan dengan ISIS, ini artinya melanggar HAM," ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 26 Maret 2015.

Namun, hal itu dibantah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Juru Bicara BNPT Irfan Idris mengatakan, orang-orang yang ditangkap polisi memiliki keterkaitan ISIS.

Di antara mereka ada yang bertugas merekrut, melakukan propaganda, penyandang atau pencari dana hingga fasilitator keberangkatan. “Bahkan, ada yang baru datang dari Suriah ke Indonesia, pengikut Abu Jandal,” ujar dia kepada VIVA.co.id, Kamis, 26 Maret 2015.

Menurut Irfan Idris, dengan semakin banyaknya orang yang tertangkap, itu menunjukkan makin banyak WNI yang bersimpati terhadap ISIS. Persebaran pendukung ISIS hampir merata di seluruh provinsi Indonesia dari barat hingga timur.

Selain itu, ia mengklaim sudah ada beberapa organisasi yang merupakan mata rantai ISIS. “Mereka sedang menghimpun kekuatan,” ujarnya.

Mabes Polri pun menegaskan alasan penangkapan itu. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Rikwanto mengatakan, penangkapan yang dilakukan oleh Tim Gabungan Satgas Antiteror dari Densus 88 merupakan hasil dari pengembangan penyelidikan yang dilakukan Polri.

Menurut dia, polisi telah menelusuri alur keberangkatan para calon anggota ISIS tersebut. “Melihat dan menyelidiki di mana dia berasal. Kemudian, hasil wawancara di daerah Turki didapatlah nama-nama orang yang dicurigai sesuai dengan perannya masing-masing. Akhirnya mereka ditangkap,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 25 Maret 2015.

 BNPT Minta Jokowi Terbitkan PERPPU Larangan Pergi ke Negara Konflik

Juru Bicara BNPT Irfan Idris mengatakan, orang-orang yang ditangkap polisi memiliki keterkaitan ISIS. Foto: VIVA.co.id/Muhamad Solihin



ISIS Bukan Islam

Meski mengusung Khilafah Islamiyah, tak semua organisasi Islam radikal di Indonesia mendukung ISIS. Peneliti gerakan Islam radikal di Indonesia Muhamad Zaki Mubarok mengatakan, tak semua gerakan Islam radikal di Indonesia mendukung ISIS. Misalnya MMI.

Organisasi pimpinan Irfan S Awwas ini menyatakan ISIS bukan gerakan Islam yang harus didukung. Sebab, Al Bagdadi dinilai telah memanipulasi Khilafah Islamiyah untuk kepentingan sendiri. Hal yang sama juga dilakukan HTI. Meski memiliki tujuan yang sama, HTI tak mengakui Al Bagdadi.

Menurut Irfan, salah satu alasan mengapa banyak organisasi Islam tak mendukung ISIS, karena tingkat kekerasan yang dilakukan. Sebagian besar organisasi Islam menilai, kekerasan yang dilakukan ISIS sudah melampaui batas. Misalnya pemenggalan kepala dan membakar orang yang disiarkan ke publik.

Selain itu, ISIS membantai minoritas nonmuslim. “Apa yang dilakukan ISIS ini tak pernah dilakukan gerakan Islam di Tanah Air,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 25 Maret 2015.

Sebagian organisasi Islam radikal menilai, ISIS telah merusak Islam, karena masyarakat melihat Islam identik dengan kekerasan. Menurut dia, MMI, HTI, dan organisasi Islam lain juga memperjuangkan Khilafah Islamiyah dan ditegakkannya syariah. Namun, mereka tak menggunakan cara-cara kekerasan seperti yang dilakukan ISIS.

Zaki Mubarok menerangkan, sebagian besar organisasi Islam radikal goal-nya sama, yakni terwujudnya Khilafah Islamiyah. Namun, strategi dan cara yang dilakukan untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut berbeda.

Negara Islam Indonesia (NII) misalnya. Organisasi besutan Kartosuwiryo ini hanya mengajak masyarakat untuk hijrah. Di luar itu mereka hanya sibuk mengumpulkan harta dari para pengikutnya.

Begitu pun dengan HTI. Meski giat mengampanyekan khilafah, organisasi ini tidak melakukan kekerasan. Ajakan pembentukan khilafah dilakukan dengan kampanye dan pendidikan. HTI tak melakukan aktivitas atau gerakan fisik dan bersenjata.

“Kalau ISIS kan tidak melakukan itu, tapi langsung gerakan bersenjata. Padahal, ideologinya sama,” ujar penulis buku Genealogi Islam Radikal di Indonesia ini.
 
Platform NII, Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansorut Tauhid (JAT), HTI, dan MMI sama dalam konteks ideologi. Namun, cara dan strategi gerakan mereka berbeda. MMI misalnya.

MMI mengembangkan perjuangan dengan cara dakwah. Karena, MMI menilai, Indonesia bukan wilayah perang. Hal yang sama dilakukan HTI dan JAT. Namun, bagi JI, Indonesia merupakan wilayah perang.

“Sehingga ideologi serta platform antara JI dan ISIS ketemu,” ujarnya.

Sebagian besar, patron sejumlah organisasi Islam radikal ini sama, yakni Imam Hambali, Ibnu Taimiyah, dan Muhammad Bin Abdul Wahab. Banyak yang mengatakan, ISIS ini menganut Sunni Wahabi yang sebenarnya secara ideologi tak berbeda dengan Arab Saudi, yakni sesama pengikut Muhammad Bin Abdul Wahab yang mengedepankan puritanisme.

Musuh mereka juga sama, yakni orang-orang yang dianggap kafir dan syiah. “Makanya yang dibom ISIS masjid-masjid yang berafiliasi dengan syiah. Jadi, alurnya ketemu,” ujarnya.

Sementara itu, NII tak merujuk kepada tokoh mana pun. Sejauh ini, NII hanya berijtihad sendiri seperti yang dilakukan Kartosuwiryo. Mereka langsung merujuk Alquran dan hadits, kemudian ditafsirkan sendiri sesuai logika dan pemahaman mereka. Menurut Zaki, hal itu terjadi karena akses Kartosuwiryo terhadap bacaan berbahasa Arab sangat terbatas.

HTI menyatakan menolak deklarasi Abubakar Al Bagdadi. Mereka menilai, yang dilakukan Al Bagdadi tak sesuai dengan syar'i. Ismail Yusanto mengatakan, ada perbedaan mendasar antara HTI dengan ISIS.

Menurut dia, ISIS menganut paham tafkiri, yakni paham yang sangat mudah mengkafirkan orang lain. “Itu efeknya luar biasa karena semua dianggap kafir itu darahnya halal. Mereka tidak segan juga membunuh anggota HTI di Suriah,” ujarnya.

Menurut dia, HTI tak menganut paham takfiri. HTI sangat berhati-hati soal akidah. “Hizbut Tahrir itu ya Aswaja, Ahlusunnah Waljamaah. Kalo ISIS itu banyak orang menyebutnya Khawarij karena cirinya takfiri itu,” tuturnya.

Tak hanya HTI, MMI juga menolak ISIS. “Kami tegaskan, gerakan ISIS adalah gerakan Islam yang radikal dan kami menolak ajaran sesat ISIS,” ujar Ketua MMI, Irfan S Awwas.

Ia bahkan meminta pemerintah, organisasi, dan gerakan Islam perlu mewaspadai gerakan Daulah Al-Baghdadi yang menjadi proxy force (agen antara) gerakan takfiri, khawarij tersebut.

Meski demikian, bukan berarti ISIS sepi dukungan. Berbeda dengan Zaki Mubarok, pengamat terorisme Alchaidar mengatakan, ada beberapa organisasi yang mendukung ISIS. Di antaranya, Komando Mujahidin Indonesia Timur (KMIT) di Poso dan JAT.

"NII ada beberapa fraksi yang mendukung juga,” ujarnya. Senada dengan yang lain, Alchaidar mengatakan, ideologi ISIS berbeda dengan ideologi organisasi Islam radikal lain. Salah satu pembedanya adalah paham takfiri. “JI tidak mengkafirkan orang lain. Dan tidak melakukan pembakaran-pembakaran," katanya.
 
Meski sejumlah organisasi Islam radikal menolak ISIS, bukan berarti gerakan ini tak berbahaya. Pakar terorisme Sidney Jones mengingatkan agar pemerintah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi.

Ia mengatakan, saat ini ada ratusan orang Indonesia yang sudah bergabung dengan ISIS. Menurut dia, yang harus diwaspadai adalah saat orang-orang itu kembali ke Tanah Air dengan keterampilan yang lebih banyak, pengalaman berperang, adanya legitimasi dan ideologi yang sudah mendalam serta hubungan dengan dunia internasional yang lebih kuat.

"Bisa saja bom Bali jilid 3 terjadi,” ujarnya, Selasa, 24 Maret 2015.

Menurut dia, pemerintah jangan hanya memblokir situs dan konten yang berisi propaganda ISIS. Namun, pemerintah juga harus membuat konten atau situs yang berisikan jawaban mengenai ajaran ISIS.

"Saya merekomendasikan pada pemerintah, sebelum membuat kebijakan, terlebih dahulu paham dan mengerti betul apa yang diajarkan ISIS. Pejabat yang berwenang bisa mempelajarinya melalui majalah atau situs radikal. Karena yang sering terjadi di sini kebijakan yang dibuat tanpa betul-betul mengerti ideologi yang bahaya itu," katanya.

Laporan: Irwandi

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya