SOROT 320

Kemilau Bisnis Batu Akik

Batu panca warna
Sumber :
  • VIVAnews/Diki Hidayat

VIVAnews - Bongkahan batu itu teronggok di halaman sebuah rumah. Beratnya sekitar 25 kilogram. Teksturnya kasar, dengan bagian tengah berwarna kuning kecokelatan.

Secara kasat mata, tidak ada yang istimewa. Layaknya bongkahan batu biasa. Tapi, siapa sangka, tak mudah mendapatkan batu itu.

Dani (34), sang penambang, warga Kampung Tanjakan Pasang, Desa Sukarame, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, perlu berminggu-minggu memburu bongkahan batu itu. Dia sudah menekuni profesi itu sejak usia 12 tahun.

Smartfren Bakal Rights Issue Rp 8,5 Triliun, Ini Jadwalnya

"Sudah 20 tahun lebih jadi penambang, sejak keluar SD," ujar Dani saat ditemui VIVA.co.id, Rabu, 26 November 2014.

Ya, dari bongkahan batu itu, batu akik berasal. Batu yang kini nilainya bisa mencapai jutaan hingga miliaran rupiah. Ladang bisnis baru pun mencuat.

Kondisi ini barangkali yang sedang dialami sebagian masyarakat saat ini, seiring menjamurnya penggemar batu akik yang kian mewabah. Hampir sebagian besar warga di perkotaan maupun perkampungan, kini senang membicarakan batu akik.

Identitas 7 Korban Tewas Kebakaran Toko Frame di Mampang Jaksel

Bahkan, bukan hanya di kalangan masyarakat, pegawai di lingkungan pemerintahan, Kepolisian maupun TNI, serta perusahaan swasta juga ikut menggilai batu akik.

Puluhan perajin batu akik pun mendapatkan berkah, karena selalu dijejali para penggemar, untuk membuat batu akik sesuai selera, dengan berbagai bentuk maupun jenis.

Namun, bisnis batu akik ini sebetulnya sudah lama menjamur. Pertumbuhan bisnis ini didorong oleh minat masyarakat pencinta batu akik. Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, kepada VIVA.co.id, Rabu malam 26 November 2014.

"Kadang-kadang, kalau bertanya pada orangtua kita dahulu yang hobi mengoleksi batu akik, mereka pasti memiliki koleksi pribadi beberapa batu akik kesayangannya," kata dia.

Namun, Nus mengaku bahwa bisnis batu akik ini tengah booming kembali, didorong oleh hobi dan kesukaan pencinta batu akik. "Batu akik, harus kita akui telah tumbuh menjadi salah satu aksesori penampilan yang menarik bagi kaum pria," ujarnya.

Tak hanya didorong oleh minat tertentu, pertumbuhan bisnis batu ini juga didorong dengan gaya hidup. Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, di tempat terpisah, mengatakan bahwa batu-batuan acapkali memang dijadikan sebagai perhiasan.

"Sejalan dengan lifestyle Jawa (batu akik kerap digunakan untuk mata cincin), juga dipastikan kelas menengah ke atas sudah pasti ingin bergaya. Salah satunya, batu yang dihadirkan mereka untuk tampil lebih baik," kata Euis ketika dihubungi VIVA.co.id.

Euis mengungkapkan bahwa jumlah perajin batu, menurut perhitungan kasar, saat ini ada sekitar 200 perajin batu. Sementara itu, penjualnya mencapai ribuan orang.

Perputaran uang Rp10 miliar
Pasar batu akik memang bergantung pada hobi dan minat pencinta batu ini. Tetapi, potensi pasarnya pun cukup bagus.

"Peningkatan permintaan batu akik ini dapat dilihat dari perputaran uang yang terjadi di Jakarta Gems Center di Rawa Bening, yang kisarannya Rp5-10 miliar per hari," kata Nus.

Nilai tersebut, lanjut mantan Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan itu, diperoleh dari penjualan batu akik per butir yang berkisar Rp35 ribu-2 juta.

Bisnis batu akik pun, dia menambahkan, turut mendorong bisnis turunannya, seperti emban dan pengolahan batu. Disebutkan kedua bisnis ini bersifat komplementer.

Pemerintah turut mendukung upaya pertumbuhan bisnis batu akik ini. Memang, bisnis ini kebanyakan digeluti usaha kecil dan menengah (UKM).

Kementerian Perindustrian, kata Euis, ikut membantu industri batu akik, yang masuk ke dalam kategori perhiasan ini, dengan memberikan pelatihan serta bantuan alat, pemasaran produk, dan ekspor.

Nus pun sependapat, pemerintah mendorong tumbuhnya sentra penjualan batu akik seperti di Jakarta, yaitu Jakarta Gemstone di Pasar Rawa Bening dan Gemstone Grand Cakung.

Selain di Jakarta, upaya pemerintah mengembangkan bisnis batu akik juga dilakukan di tempat lain yang berpotensi sumber daya mineral itu, seperti di Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara.

"Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah daerah maupun pusat dalam mendukung pertumbuhan bisnis batu akik adalah dengan mengikutsertakan pengusaha perhiasan, termasuk batu permata dan akik pada ajang promosi dagang baik di tingkat nasional maupun internasional," kata dia.

Sementara itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga ikut andil mendorong usaha batu akik ini. Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Emil Suhaimi, mengatakan, pihaknya cenderung membidik pelaku usahanya.

"Kalau kami, cenderung ke pemberdayaannya, misalnya memberi akses pasar dan memfasilitasi (pengolahan batu) dengan teknik produk terbaik. Dia pakai teknologi apa, kami berikan akses ke sumber daya manusianya," kata Emilia ketika dihubungi VIVA.co.id.

Lalu, adakah nilai perdagangan bisnis ini?

Nus mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.4/M-DAG/PER/1/2014 mengenai Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian, dijelaskan bahwa produk batuan akik dibatasi untuk perdagangan ekspor. Tetapi, untuk perhiasan dari batu akik (cincin, kalung, dan sebagainya) tidak dilarang untuk diekspor.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor perhiasan dari batu akik yang terdiri atas HS 710399 dan HS 710310, sejak 2009 hingga 2013, cenderung tidak ada aktivitas perdagangan ekspor. Kondisi ini menunjukkan perdagangan batu akik di pasar internasional memang tidak terlalu besar, atau dapat pula perdagangan batu akik yang terjadi belum tercatat oleh Badan Pusat Statistik. 

"Kondisi ini disebabkan perdagangan batu akik lazimnya dalam volume yang tidak terlalu banyak pada setiap transaksinya. Demikian pula, transaksi penjualan batu akik yang terjadi pada pameran dagang antara buyer luar negeri, di mana pada umumnya membeli beragam item dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (hand carry)," kata Nus.

Tak bisa jadi alat investasi
Meskipun nilainya cukup fantastis, batu akik ternyata belum bisa digunakan sebagai alat investasi. Sebab, batu akik masih bersegmen terbatas dan cenderung mengikuti tren. Berbeda dengan emas yang sudah diakui internasional.

"Lagipula, tidak mudah menjualnya. Itu disesuaikan dengan demand. Misalnya, hari ini trennya batu bacan, kemudian besok trennya apa lagi," kata Euis.

Pernyataan serupa dilontarkan Nus. Kata dia, pasar batu akik masih terbatas. "Batu akik saat ini masih memiliki segmen pemakai yang terbatas. Sedangkan emas, sudah memiliki pengakuan global sebagai logam mulia yang tidak terbatas pasarnya, yang mana faktor tersebut tidak dimiliki oleh batu akik," ujarnya.

Kendati demikian, Euis mengatakan bahwa Indonesia berpotensi untuk menjadi wisata batu akik. Beberapa tahun yang lalu, ide wisata batu akik pun sempat terlontar. "Indonesia potensial banget. Setiap pulau beda-beda batunya," kata dia.

Selain itu, lanjut Euis, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang bisa merangkai batu untuk dijadikan perhiasan.

"Kekuatan kami di seni untuk merangkai batu dijadikan perhiasan. Batu akik potensi banget menjadi kekuatan ekonomi kita di pengolahan batu, pengasahan, dan desain untuk aksesori," kata dia.

Kalaupun wisata batu akik bisa terlaksana, Euis menginginkan agar kawasan tersebut bisa seperti Thailand yang punya wisata batu akik. "Bisa melihat orang mengerjakan batu dan ada tempat untuk berjualan rangka batu dan ada tempat untuk belanja," tuturnya.

Keuntungan menggiurkan
Maraknya bisnis batu akik memang membawa berkah bagi sebagian orang, tak terkecuali Ade Hermansyah (26). Ia sudah dua tahun menekuni usaha ini, terutama sejak batu akik mulai ramai. Sebelumnya, Ade hanya seorang sopir.

Kepada VIVA.co.id, sebelum menjadi perajin dan pengolah batu, ia mengaku sudah lama senang batu dan sempat belajar mengolahnya di tempat orang. “Saya tertarik menekuni pekerjaan ini, karena keuntungannya sangat menggiurkan,” ujarnya.

Menurut dia, keuntungan dari usaha batu itu bisa mencapai 90 persen dari modal. Itu juga yang membuat banyak orang tertarik "main batu", karena memang keuntungannya besar. Selain itu, batu tidak ada standar harganya.

“Jasa yang saya berikan kepada orang adalah mengolah batu yang masih bongkahan menjadi batu akik yang siap pakai," kata dia.

Prosesnya mulai dari memotong, menghaluskan hingga memoles, sehingga batu menjadi bagus dan menarik. Namun, sebelum dipotong batu tersebut harus dilihat dulu, dicek seratnya, baru dipotong sesuai alur serat kemudian digosok.

Ongkos untuk satu batu sekitar Rp25 ribu. Ongkos itu untuk mengolah batu dari bongkahan sampai menjadi batu akik siap pakai. Namun, untuk para pemain biasanya ongkosnya hanya Rp20 ribu.

Dia mengaku modal awal membuka jasa pengolahan batu akik hanya Rp50 ribu, yaitu untuk beli mesin pompa air bekas. Mesin itu, dimodifikasi menjadi pemotong batu.

“Berawal dari Rp50 ribu itu, dalam sebulan saya bisa memiliki mesin gosok dan finishing, membeli etalase hingga bisa untuk modal belanja batu dan iketnya,” kenangnya.

Dalam sehari, dia bisa mengolah batu sekitar 20 buah. Jam buka dari pukul 08.00 hingga 17.00 WIB. Setiap hari, pelanggannya berdatangan, jumlahnya mencapai puluhan orang. Tiap hari, selalu ramai pengunjung, meski buka di rumah dan jauh dari jalan raya.

“Setiap hari, dari jasa mengolah batu, saya bisa mengantongi uang Rp400 ribu per hari. Jika digabung, dengan hasil penjualan batu akik yang sudah jadi dan embannya bisa sampai Rp1,5 juta tiap hari," ungkapnya.

AS Ngaku Sudah Tahu Israel Akan Serang Iran, Tapi Tidak Setuju

"Alat saya, cuma mesin pemotong, gerinda poles, gerinda bentuk, dan serbuk intan untuk finishing”.

Iwa Kartiwa, pemilik Saung Permata Garut, di Jalan Adung, Desa Tarogong, Kecamatan Tarogong Kidul Garut, Jawa Barat, bernasib sama. Setiap hari, ia mendapat Rp1 juta, atau sekitar Rp30 juta per bulan untuk jasanya memoles batu akik.

Dia rata-rata mampu memoles 40 buah batu akik. Baik untuk cincin maupun liontin. "Tinggal menghitung saja, 40 buah kali Rp25 ribu, sekitar Rp1 juta sehari," ujarnya kepada VIVA.co.id.

Selain jasa memoles batu, Iwa juga menjual batu akik, atau liontin yang telah jadi, bahan mentah batu akik, dan pengikatnya. Jumlah penghasilan Iwa bisa mencapai Rp50 juta per bulan, bila banyak pembeli.

Selain perajin pengolah batu, kue bisnis batu akik tentunya juga mendatangkan keuntungan bagi kolektor batu yang kini sedang menjadi incaran banyak orang. Itu dialami Gunawan, salah seorang kolektor batu akik giok Nephrite Jade dan batu lumut Indocrase di Lhokseumawe, Aceh.

Kepada VIVA.co.id, dia menuturkan, giok Aceh ini banyak diperoleh di wilayah Nagan Raya, Aceh. Batu giok Nephrite Jade dan batu lumut Indocrase, dijual dengan harga Rp8 ribu per gram, atau sekitar Rp8 juta per satu kilogram. Meski harganya selangit, niat warga untuk mendapatkan batu alam ini sangat tinggi.

“Satu hari itu bisa 15 orang datang mencari batu giok, ada yang datang nyuruh asah di sini, batunya bawa sendiri. Ada juga, beli batu di sini dan diasah di sini," katanya.

Selain giok Nephrite Jade dan Indocrase, salah satu batu akik asal Aceh lainnya adalah Black Onix. Batu ini per gramnya dijual dengan harga Rp27 ribu. Kabarnya, batu ini memiliki khasiat untuk melancarkan peredaran darah.

Selain batu dari Aceh, para kolektor lebih dulu mengenal dan memburu batu Bacan. Nama batu Bacan diambil dari Desa Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang merupakan daerah penghasil batu permata.

Adolf Saleky, salah satu akademisi di Universitas Pattimura, Ambon, yang juga mengoleksi puluhan batu Bacan dengan berbagai ukuran dan bentuk, kepada VIVA.co.id, mengatakan, saat ini batu Bacan mulai dikenal masyarakat luas, bahkan hingga diburu para kolektor dunia.

Menurut dia, kondisi itu terpicu kabar bahwa pada suatu pertemuan resmi kepala negara dunia di Bali, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan cenderamata berupa batu Bacan dalam bentuk cincin kepada Presiden Barack Obama.

"Ini yang kemudian membuat batu Bacan ini populer. Awalnya, batu bacan ini tidak dikenal luas, tetapi di Bacan, batu ini dipercaya memiliki kekuatan magis untuk menolak ilmu hitam," terang Adolf.

Sementara itu, Fadli Sabban, pemilik toko "Karya Maluku" mengaku, bongkahan batu Bacan hanya dapat diperoleh dari Bacan, Halmahera Selatan. Dia lebih tertarik dan fokus menjual batu Bacan, karena memiliki peluang bisnis yang menjanjikan dan menguntungkan.

"Dua bulan sekali, kami pasok langsung dari Halmahera," ujar Sabban.

Dia memaparkan, harga satu kilogram bongkahan batu Bacan mencapai Rp20-100 juta. Tergantung warna batu Bacan, proses cutting, atau pemotongan, dan keunikan, serta karakter dari batu Bacan yang masih dalam bentuk bongkahan batu.

"Saya biasanya memesan bongkahan batu Bacan dari Rp500 juta sampai Rp2 miliar selama dua bulan sekali, harga batu itu tergantung kualitas batu," katanya.

Menurut dia, batu Bacan tak hanya diburu pembeli dari Ambon, tapi para kolektor dari Timur Tengah, Australia, Afganistan, dan Tiongkok juga memesan batu Bacan yang dipercantik di Ambon, meskipun harganya melangit.

"Yang membuat batu Bacan ini memiliki nilai ekonomis, karena kreativitas dalam mengukirnya, sehingga menarik daya pembeli," ungkapnya.

Bongkahan batu-batu besar hasil tambang para kolektor batu Garut, Jawa Barat di Gunung Bungbulang, ternyata juga memiliki nilai lebih, setelah melalui berbagai proses pembuatan, karena harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Batu akik Garut yang memiliki harga hingga Rp200 juta itu, menurut Iwan, perajin dan kolektor, biasanya berwarna hijau asal Gunung Bungbulang. Para konsumen luar kota maupun luar negeri sangat memburu batu ini.

Iwan mengungkapkan, selain batu hijau, batu asal Garut ternyata banyak jenisnya. Seperti batu panca warna yang memiliki lima warna indah, hingga batu hijau lumut yang tampak seperti lumut di dalam batu.

Agus Dwi R

Gemolog, Agus Dwi R

Gemolog, Agus Dwi R, mengatakan, fenomena bisnis batu akik di antaranya dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, euforia, karena batu akik yang sebagian hanya ada di luar negeri, ternyata ada di Indonesia. Akhirnya jadi euforia dan tren ini berlanjut menjadi bisnis.


"Saya lihat bahwa tren batu akik ini juga ditunjang dengan tidak menentunya nilai tukar rupiah terhadap dolar," ujarnya.

Selama ini, nilai tukar berpengaruh terhadap harga batu-batu mulia. Otomatis jika rupiah melemah, harga batu mulia semakin mahal. "Di sisi lain, batu-batu khususnya akik di Nusantara ada yang mendorong kenaikan harganya," kata dia.

Masyarakat pun, saat ini memiliki kepuasan tersendiri melihat proses pembentukan batu tersebut. Banyak tempat pemrosesan yang menjamur.

Salah satu batu yang kini juga sangat digemari adalah batu Kecubung asal Pulau Kalimantan. Batu kecubung ini terkenal, dengan kekhasan pada coraknya. Harga yang ditawarkan bisa puluhan juta rupiah.

Batu ini banyak dicari, karena memiliki kilauan warna yang beragam. Dari warna ungu, hitam, biru, hijau hingga warna merah menyala. Bahkan, raja-raja di Eropa telah lama memakai batu kecubung ungu, karena dianggap membawa berkah kesuksesan, selain memancarkan pesona, bagi pemakainya.

“Kalau pesanan cukup banyak. Alhamdulillah, dari hasil batu kecubung ini saya sudah beli tanah dan rumah. Semua dari hasil mengolah batu kecubung,” tutur Tri Yadi, pengrajin batu kecubung, kepada VIVA.co.id.

Harga batu dengan kualitas seperti ini bisa menjadi selangit karena harga yang dipatok berkisar jutaan hingga puluhan juta rupiah. Semakin bagus material Kecubung, harganya pun menjadi mahal. Batu ini diyakini penggemarnya dapat meningkatkan kepercayaan diri serta kharisma, sehingga banyak diburu oleh kolektor. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya