SOROT 316

Harga BBM Bikin Pusing

Pengendara sepeda motor mengisi bahan bakar
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Suryo Bambang Sulisto sempat terkekeh lebih dulu ketika ditanya soal Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla. Apakah kabinet baru ini sudah cukup ideal untuk mengawal keberlanjutan program pembangunan selama lima tahun mendatang?

"Belum tentu bisa dibilang begitu," ujar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu kepada VIVAnews.

Menurut Suryo, penilaian ideal atau tidaknya kabinet tidak bisa dilakukan hanya dengan melihat nama-nama menteri yang dipilih. Beberapa dari mereka masih relatif belum dikenal publik. Para menteri dalam Kabinet Kerja ini diharapkan segera menunjukkan kinerjanya masing-masing.

"Berilah kesempatan bekerja untuk membuktikan kemampuan mereka. Kami harus melihatnya secara fair dan tidak bisa membandingkan kabinet yang belum bekerja dan yang sudah bekerja," kata Suryo.

Bagi dia, beberapa menteri baru memang cukup dikenal kalangan pengusaha karena punya prestasi yang gemilang.

Ignasius Jonan, misalnya. Jonan merupakan direktur utama PT Kereta Api Indonesia sebelum diangkat menjadi Menteri Perhubungan Kabinet Kerja. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir ia menjabat dirut KAI, performa keuangan perusahaan pelat merah ini terus membaik dengan laba yang kian meningkat.
Ada juga Susi Pudjiastuti. Susi dikenal sebagai CEO PT ASI Pudjiastuti Aviation, perusahaan maskapai penerbangan yang mengoperasikan Susi Air dan eksportir produk perikanan sebelum diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja. Presiden Joko Widodo memujinya sebagai sosok pengusaha dan pekerja keras yang diyakini bakal melakukan terobosan untuk pemerintah.

Bea Cukai dan Bareskrim Polri Jalin Sinergi Gagalkan Peredaran Narkotika di Tangerang dan Aceh

Pembatasan BBM Bersubsidi

(Pengumuman 'Premium Habis' dipasang di SPBU di Jalan Oto Iskandardinata, Jakarta. Foto: VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)

Kemudian ada Arief Yahya, yang kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata Kabinet Kerja. Arief sebelumnya menjabat CEO PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sejak 2012. Ia dikenal seorang profesional dan mahir dalam pemasaran.

Syahrini Diduga Hamil, Sudah Masuk Usia 7 Bulan

Namun, menurut Suryo, belum tentu mereka yang dikenal sebagai tokoh profesional dan pengusaha itu bisa menunjukkan kinerja yang memuaskan di kabinet pemerintahan. Sebaliknya, mereka yang belum terkenal sebagai tokoh profesional bisa jadi mampu mencetak prestasi yang baik dalam kinerja di pemerintahan.

"Seseorang yang belum berpengalaman, tapi punya daya manajerial yang tinggi, bisa sukses walaupun belum ada rekam jejak kemampuan dalam mengelola stafnya," kata Suryo.

Namun, Suryo mencermati perbedaan yang cukup mencolok dari formasi Kabinet Kerja dibandingkan yang sebelumnya, Kabinet Indonesia Bersatu II. Yaitu jajaran menteri Kabinet Kerja mayoritas adalah kaum muda. Kondisi ini punya arti tersendiri di mata kalangan pengusaha.

"Banyak yang muda-muda. Pak Jokowi juga muda. Berarti, ada perubahan dalam kepemimpinan eksekutif. Ini juga bagian dari penyegaran," kata Suryo.

Kadin menaruh harapan besar kepada para menteri di sektor ekonomi agar menciptakan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah disarankan agar bisa lebih ramah kepada investor.

"Kalau tidak ramah, tentunya kami teriakin. Mereka (pemerintah) kan, perlu dunia usaha untuk menciptakan lapangan kerja dan membayar pajak," kata dia.

Namun, para pengusaha juga senantiasa mendukung dan bersedia membantu pemerintah apabila dibutuhkan. "Kalau menteri membutuhkan dukungan dari sektor swasta, Kadin siap. Kami punya orang yang paham di lapangan," kata Suryo.

Faktor Kunci

Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi disebut sebagai salah satu tantangan bagi Jokowi (sapaan Joko Widodo) selama menjabat Presiden RI ke-7 untuk periode lima tahun ke depan. Menurut Suryo, faktor kunci yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi bisa bergerak dari level 5 persen ke 7 persen adalah penciptaan lapangan kerja. Ini menjadi tantangan pertama.

Tantangkan kedua, pemerintah harus menciptakan kenyamanan dan suasana yang kondusif bagi dunia usaha. "Kabinet ini harus ramah terhadap bisnis dan investor. Keluarkanlah kebijakan yang pas," kata Suryo.

Tantangan ketiga, kerja sama antara kementerian mesti ditingkatkan dan dibuat lebih sinergis. Sebab, urusan pemerintahan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. "Tidak bisa jalan sendiri-sendiri dan mengedepankan ego sektoral. Semua unsur harus terlibat," kata Suryo.

Masih ada tantangan keempat. Indonesia akan segera menghadapi era persaingan bebas kawasan Asia Tenggara atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang bakal mulai diberlakukan pada tahun 2015.

Putri Anne Blak-blakan Belum Bisa Move On dari Arya Saloka?

Menjelang akhir 2014 ini, tak ada alasan bagi Indonesia untuk mengatakan belum siap menghadapi pasar bebas regional itu. Tantangan ini harus dijawab dengan kemampuan Indonesia dalam "menyerang" pasar luar negeri dengan produk-produknya. Indonesia tidak boleh hanya sekedar menjadi pasar bagi produk impor dari negara tetangga.

"Kita tidak bisa lagi defensif. Kita harus ofensif. Itu saran kami. Apalagi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, kita harus lebih agresif lagi," kata Suryo.

Tantangan terakhir, mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM). Setiap tahun pemerintah menganggarkan ratusan triliun rupiah untuk membiayai subsidi BBM. Untuk tahun depan, parlemen sudah memutuskan besaran subsidi BBM tahun 2015 sebesar Rp194,2 triliun. Pengusaha menilai bahwa dana negara sebesar itu akan lebih bermanfaat apabila digunakan untuk pembangunan sektor-sektor lain, terutama infrastruktur, yang bisa memacu peningkatan pertumbuhan.

"Kalau bisa cabut subsidi BBM ini, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 2-3 persen," lanjut Suryo.

Kebijakan Subsidi

Khusus mengenai subsidi BBM ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sudah menegaskan pemerintah memang merencanakan untuk memberlakukan kenaikan harga dalam waktu dekat. Pria yang akrab dipanggil JK ini memastikan harga BBM bersubsidi akan naik sebelum 2015.

Menurut JK, subsidi bahan bakar perlu dikurangi untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Subsidi BBM dinilai sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan di Indonesia dengan kondisi perekonomian saat ini.

"Dengan subsidi dicabut, kita bisa berkonsentrasi untuk membuat negeri ini lebih sehat melalui pembangunan lebih banyak jalan, rumah sakit, dan lain-lain. Kami akan kurangi subsidi. Dengan begitu, kita memindahkan hal konsumtif ke hal produktif," ujar JK usai menggelar pertemuan secara tertutup dengan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 29 Oktober 2014.

Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional (Indonesian National Ship Owners Association/INSA), Carmelita Hartoto, Kamis 30 Oktober 2014, menyatakan bahwa pemerintah memang sebaiknya mengambil langkah tegas dalam kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Mey--sapaan Carmelita--, kalangan pengusaha mendukung jika pemerintah menaikkan harga BBM demi memperluas ruang gerak fiskal pemerintah 2015, untuk membiayai program-program pembangunan.

"Bagi pengusaha, seperti kami di sektor transportasi dan logistik, kenaikan harga BBM bersubsidi adalah risiko yang harus ditanggung negara agar anggaran untuk infrastruktur meningkat," ujar Mey kepada VIVAnews.

Namun, ia melanjutkan, pengusaha pun menyadari bahwa pemerintah menghadapi tantangan cukup berat untuk mengambil langkah menaikkan harga BBM bersubsidi.

"Ini tidak mudah dilakukan, karena perekonomian kita sudah parasit dengan BBM bersubsidi," kata Mey.

Namun, menurut Mey, pemerintah sebaiknya tetap tegas dalam kebijakan mengurangi subsidi bahan bakar.

"Kami berharap, dibandingkan menaikkan (harga BBM) hingga Rp3.000 per liter, kenapa (subsidi) tidak dihapus sekaligus? Karena resikonya akan sama," kata Mey.

Ia menjelaskan, apabila pemerintah menghapus subsidi, ruang fiskal bisa menjadi lebih besar. Pemerintah bisa memberikan insentif sebesar-besarnya kepada masyarakat agar tahan terhadap dampak kenaikan itu.

Premium habis - Kelangkaan BBM

(Sejumlah kendaraan mengantre membeli Pertamax di SPBU Laweyan, Solo. Foto: VIVAnews/Fajar Sodiq)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Kamis 30 Oktober 2014, menyatakan bahwa pemerintah sudah menyiapkan bantuan bagi masyarakat sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM itu.

Pemerintah akan menggunakan instrumen Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dalam menyalurkan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak langsung dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Baik KIP maupun KIS akan menjadi kartu yang dapat digunakan masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan bantuan sosial melalui sistem elektronik.

"Kartunya untuk e-money dan itu bisa ditunaikan. Dengan itu, masyarakat miskin akan bisa menggunakan akses perbankan. Dengan menggunakan chips itu bisa pergi outlet-outlet untuk bisa langsung ambil uangnya," kata Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Pemerintah, ia melanjutkan, mengalokasikan anggaran kompensasi kebijakan menaikkan harga BBM sebesar Rp5 triliun pada APBN-Perubahan 2014. Dana kompensasi itu untuk 15 juta kepala keluarga yang telah didata termasuk dalam kategori warga miskin (25 persen) dan hampir miskin (75 persen).

"Uang dan sistem sudah ada, tinggal keputusan," kata Sofyan.

Direktur Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menyatakan bahwa sebenarnya ada program bagus yang sudah pernah diterapkan di Indonesia sebagai bentuk kompensasi kenaikan harga BBM. Itu sempat diterapkan di tahun 2002, pada pemerintahan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri.

"Programnya adalah menggunakan subsidi tetap," kata Budi kepada VIVAnews.

Ia menjelaskan, pada waktu itu, subsidi bahan bakar dikeluarkan dengan nilai tetap Rp2.000 per liternya.  "Jadi kalau misalkan harga Pertamax itu Rp10.000, harga Prerium adalah Rp8.000. Jadi, di tahun 2002 itu harga premium naik turun," kata Budi.

Keuntungannya menggunakan sistem subsidi tetap ini, ia melanjutkan, memungkinkn APBN tetap kredibel sehingga tidak perlu banyak melakukan penyesuaian atas fluktuasi harga minyak dunia.

Dengan cara ini, menurut Budi, orang yang akan membeli mobil juga bakal cepat menyesuaikan diri. Karena pasti tidak hanya harus memikirkan harga mobil, tapi juga harga BBM. Pemerintah diharapkan bisa menekan tingkat konsumsi BBM. Sebab, kecenderungannya konsumsi bahan bakar ini terus meningkat. Jika tidak diatasi, dampaknya akan makin buruk bagi neraca perdagangan RI.

"Dalam kondisi lima tahun terakhir, yang tumbuh pesat itu bukanlah sepeda motor melainkan mobil. Ini salah satu cara orang indonesia menikmati subsidi BBM. Jadi mereka memperbesar kapasitas tampung mereka dari motor menjadi mobil sehingga bensin yang diserap semakin banyak," kata Budi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya