SOROT 298

Fashion Indonesia Mendunia

Fashion Indonesia Mendunia Sorot
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Sodiq

VIVAnews - Jam masih menunjukkan pukul 05.30. Sepagi itu, deretan pelanggan dari berbagai daerah tampak antre. Menunggu toko-toko di Pasar Tanah Abang mulai dibuka.

Resmi Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tak Akan Mundur dari Jabatan Menhan

Selang berapa lama, sekelompok tukang panggul datang. Karung-karung besar berisi busana muslim mereka jatuhkan di depan toko. Bak semut melihat gula, pembeli langsung menyerbu. Mereka yang telah antre saling berebut. Takut kehabisan barang.

Dikenal sebagai pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara, Tanah Abang menjadi magnet tidak saja bagi konsumen dalam negeri. Para turis dan pedagang asing pun kian sering terlihat untuk berbelanja tekstil maupun pakaian jadi produksi dalam negeri. Ini pasar dengan total omset miliaran rupiah per hari.

Ermen Bin Enek, pedagang busana muslim di Kuala Lumpur, Malaysia, mengungkapkan dia dan istrinya setiap 3-4 bulan sekali datang ke Jakarta khusus untuk berbelanja di Pasar Tanah Abang. "Saya berbelanja pakaian gamis, mukena, dan jilbab. Biasanya saya belanja hingga Rp200 juta. Ada tiga bal besar barang bawaan saya nanti," ujar Ermen  kepada VIVAnews.

Pria asal Padang Pariaman dan telah merantau di Malaysia sejak 1980 ini mengaku berjualan di Malaysia dari satu bazar ke bazar yang lain. Kadang hingga keluar dari Kuala Lumpur, seperti Selangor.

Ari Gunawan, pemilik Toko Adam, mengatakan setiap Ramadan, Pasar Tanah Abang selalu ramai pembeli yang datang dari luar kota, bahkan dari luar negeri seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan lainnya."Mereka belanja baju koko, mukena, gamis dan lainnya. Desain gamis yang saya produksi sesuai permintaan pelanggan. Saat ini yang sedang tren hijab produk desainer Dian Pelangi dan gamis gaya Turki," imbuhnya.

Gaung perkembangan fashion muslim belakangan ini memang kian merdu terdengar. Fashion muslim terus melakukan transformasi dari gaya konservatif menjadi lebih kontemporer yang berjiwa muda.

Beragam faktor yang membuat fashion muslim terus berkembang. Dari munculnya banyak komunitas seperti hijabers community, hijabers mom, sampai diselenggarakannya beragam bazar, dan peragaan busana muslim.
 
Dampaknya terus terlihat. Jika dulu wanita berhijab lebih banyak wanita dewasa. Saat ini hijab semakin dikenal dan digemari oleh wanita-wanita muda, bahkan remaja-remaja putri.

Fashion Indonesia Mendunia Sorot

Terpopuler: Artis Keturunan Darah Biru sampai Proses Kelahiran Anak Perempuan Alyssa Soebandono

Busana Khas Solo dalam pameran fesyen di Hotel The Sunan Solo, Selasa, 24 Juni 2014. (Foto: VIVAnews/Fajar Sodiq)


Tentu karena promosinya yang mengatakan kalau berhijab pun bisa tetap terlihat modis. Apalagi, mereka dapat berkreasi membentuk variasi hijab yang mereka inginkan.

Kiblat 2020

Gayung pun bersambut,  pemerintah tak main-main menggarap fashion muslim. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, menargetkan Indonesia menjadi kiblat busana muslim dunia pada 2020.

"Indonesia menjadi pusat fashion muslim pada tahun 2020," kata Mari, Kamis 26 Juni 2014. Alasannya, perkembangan busana muslim di Indonesia sangat pesat dan didukung oleh kreativitas para desainernya. Indonesia dinilai layak menjadi pusat busana muslim dunia.

“Dunia fashion memiliki potensi sangat besar untuk dapat menggerakkan perekonomian masyarakat," imbuhnya. Mari memaparkan, fashion merupakan industri kreatif dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) yang pada tahun lalu berada di urutan kedua, yakni sebesar 28 persen atau senilai Rp164 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 32 persen atau 3,8 juta orang.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi sebagai salah satu pusat mode dunia, khususnya untuk busana muslim, karena memiliki sumber daya kreatif dan warisan budaya melimpah. “Jika Indonesia mampu mengangkat keunikannya, maka sudah dapat dipastikan kelak Indonesia dapat menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan mode di dunia,” imbuh Mari.

Hal senada disampaikan oleh Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi. Dia juga ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat fashion muslim dunia, bahkan seperti Milan atau Paris yang notabene terkenal sebagai salah satu pusat fashion dunia.

"Indonesia harus menjadi Milan-nya atau Paris-nya fashion wanita muslim di dunia," kata Lutfi di Kementerian Perdagangan. Selain besarnya jumlah umat muslim di Indonesia, beranekaragamnya corak etnik budaya Tanah Air juga dianggap bisa dijadikan modal utama untuk mengembangkan desain busana muslim beserta aksesorisnya yang menarik dan memiliki nilai jual tinggi.

Contohnya Rumah Batik Danadi, anak usaha Rumah Batik Danarhadi. Salah satu kekuatan yang dimilikinya adalah busana muslim menggunakan motif batik dalam setiap potongan busana rancangannya. Motif batik selalu hadir, entah di hijab, atasan atau bawahannya.

“Salah satu karakteristik dari Danadi adalah memadukan batik dengan gaya hijab yang fashionable. Tetapi, fashionablenya tetap memenuhi standar pakem busana yang syar'i, “ ujar pemilik rumah busana muslim Danadi, Anisa Dewanto.

Guna menonjolkan kesan yang fashionable, Danadi sengaja bermain dengan eksplorasi warna. Danadi biasanya menebarkan warna-warni dalam busana hijab.

Rancangan anyar Danadi dalam menyambut Ramadan dan Lebaran tahun ini melalui tema The Beauty Enchanting Flower, Danadi menyuguhkan koleksi busana muslim dengan mengangkat motif bunga dan warna colourful.

“Kami juga mengeksplorasi gaya hijab turban dengan menggunakan kain batik. Warna-warni yang kami sajikan biasanya cerah. Hal ini untuk menghindari kesan yang pucat dan gelap. Karena tujuan utama kami satu, membikin busana muslim yang syar’i, elegan dan bernunsa etnik, “ ujar Anisa.

Bukan Dibakar, Begini Cara Buktikan Keaslian Madu Murni

Fashion Indonesia Mendunia Sorot

Busana muslim yang syar’i, elegan dan bernunsa etnik. (Foto: VIVAnews/Fajar Sodiq)

Karakteristik yang dimiliki oleh Danadi ini memikat masyarakat luar negeri. Hingga saat ini, batik muslim karya Danadi menjadi tujuan dari para pelaku industri di Brunei Darussalam dan Malaysia. Masyarakat di negara tetangga itu menyukai kaftan motif batik desain Danadi.


“Biasanya para pelaku industri itu memesan dalam partai besar. Setiap tahun biasanya memesan 3-4 kali dalam partai besar. Pemesanan dilakukan saat-saat peak season. Desain busana muslim yang sangat laku di pasar Brunei Darussalam dan Malaysia adalah kaftan, gamis model Manohara, “ ungkap Marina  Soemarno, Area Sales Manager Danarhadi.

Lain lagi dengan Dian Pelangi. Perancang yang produknya sudah menjelajah ke beberapa negara seperti Dubai, Abu Dhabi, Kairo, Jordania, Malaysia, Australia, dan lainnya ini memadukan busana rancangan dengan ciri khas budaya Indonesia, seperti jumputan, songket, dan batik.

Dian ingin mengangkat pengrajin asli Indonesia. Setiap rancangannya, desainer muda yang baru berusia 23 tahun itu selalu menekankan pada corak warna-warni, minimal ada dua warna di setiap busana rancangannya.

Desainer yang baru saja mempertunjukkan koleksinya di Paris ini mengatakan, triknya membawa koleksi rancangannya ke mancanegara yakni dengan mensurvei budaya dan tren masyarakat setempat. "Ini mungkin yang membuat busana saya juga mudah diterima di setiap tempat yang saya datangi," ujarnya.

Ekspor Naik

Lima tahun belakangan, produk fashion Indonesia tidak hanya digemari masyarakat dalam negeri, tapi juga manca negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-November 2013, nilai ekspor produk fashion sebesar US$10,97 miliar atau naik 4,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012), tren pertumbuhan ekspor produk fashion mencapai 10,95 persen per tahun. Sepuluh negara tujuan terbesar ekspor produk fashion Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Belgia, Korea Selatan, Inggris, Belanda, China, Italia, dan Uni Emirat Arab.

Sementara itu, menurut data yang didapatkan VIVAnews dari Kementerian Perdagangan, selama lima tahun terakhir, ekspor produk tekstil mengalami pertumbuhan, baik secara nilai maupun volume. Pada tahun 2009, ekspor produk tekstil Indonesia sebanyak 200,1 ribu ton dengan nilai US$2,58 miliar dan meningkat jadi 226,1 ribu ton senilai US$2,89 miliar pada 2010, dan meningkat lagi menjadi 237,5 ribu ton senilai US$3,54 miliar pada tahun 2011.

Lalu, pada 2012 ekspor produk tekstil mencapai 251,9 ribu ton senilai US$3,439 miliar dan meningkat lagi jadi 268,8 ribu ton senilai US$3,48 miliar pada 2013. Selama periode itu, ekspor tekstil ini mengalami tren pertumbuhan 8,5 persen secara nilai dan 7,2 persen secara volume.

Pada Januari-Mei 2013, total volume ekspor produk tekstil mencapai 62,8 ribu ton dengan nilai US$864,9 juta. Ekspor ini turun pada Januari-Mei 2014 yang sebesar 62,7 ribu ton senilai US$855,1 juta.

Ramon Bangun, Direktur Industri Tekstil dan Aneka, Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur optimistis potensi perkembangan fashion Tanah Air sangat besar. Hal tersebut karena Tiongkok dan Vietnam, yang selama ini menjadi saingan di bisnis ini, tidak melirik fashion muslim.

"Tiongkok dan Vietnam cenderung memenuhi pasar Eropa dan Amerika. Dan Mereka juga lebih memilih untuk memenuhi kualitas agak ke bawah. Sedangkan Indonesia masuk pasar kelas menengah," imbuhnya.

Sementara itu, menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang diterima VIVAnews, ada belasan subsektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, salah satunya adalah fashion. Pada 2013, industri fashion tumbuh 6,44 persen dan menyumbang 28,29 persen dalam industri kreatif.

Apabila dikelompokkan ke sektor ekonomi kreatif pada pertumbuhan dan share, industri fashion bersama industri kerajinan tangan berada di kelompok yang pertumbuhan dan sharenya tinggi dalam sektor ekonomi kreatif.

Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Euis Saidah, mengatakan mimpi menjadi fashion muslim sebagai ikon fashion Indonesia di mata dunia bukanlah tanpa tantangan.

Fashion Indonesia Mendunia Sorot

Pada 2013, industri fashion menyumbang 28,29 persen dalam industri kreatif. (Foto: VIVAnews/Fajar Sodiq)

Hal ini pun diakui Euis yang menjabarkan bahwa Indonesia memiliki setidaknya lima tantangan dalam mengembangakan industri fashion-nya, yakni bahan baku, teknologi, kemampuan SDM, pemasaran, dan modal. "Kita masih sangat tergantung dari impor seperti katun dan sutra," katanya.


IKM saat ini pun masih mengerjakan produknya dengan teknologi yang sangat sederhana. Hal ini karena masalah modal dan kemampuan SDM-nya yang tidak serius menggeluti bisnis fashion.


"Masih banyak yang membuat barang hanya karena hobi atau ikut-ikutan tanpa memiliki basis pengetahuan yang cukup. Mereka juga kerap kebingungan akan dijual kemana hasilnya."


Untuk mengatasi hal tersebut, menurutnya, pemerintah sudah melakukan perannya dalam mensubsidi baik pengadaan bahan baku, maupun mesin. Sedangkan untuk meningkat kemampuan dan pengetahuan IKM, dilakukan pelatihan-pelatihan agar kualitas produk mampu memenuhi pasar dunia. (ren)

 

Penulis: Fajar Sodiq (Kontri), Erick Tanjung, Arie Dwi Budiawati, Alfin Tofler, Lutfi Dwi Puji Astuti, Siti Nuraisyah Dewi.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya