SOROT 282

Perjuangan Caleg “Kere” ke Parlemen

Caleg Supir Ambulan
Sumber :
  • VIVAnews/Sinto Adin
VIVAnews -
Ernando Ari Gagalkan Penalti, Timnas Indonesia U-23 Ungguli Australia di Babak I
Sinar mentari masih lemah. Hari baru terang tanah.  Jarum jam menunjuk pukul lima lewat lima belas pagi, Rabu 5 Maret 2014. Di sebuah sudut pasar  orang-orang mulai berdatangan. Hilir mudik. Mereka tengah menuju Pasar Andir Bayongbong, Garut.

Tak Bisa Penuhi Kebutuhan Harian, Sayuran dan Buah Ini Sangat Rendah Protein

Di antara keramaian di pasar itu, seorang lelaki terlihat mendorong sebuah gerobak bubur. Warna gerobaknya biru terang. Perlahan dia arahkan gerobaknya. Ke sebuah sudut pasar  yang sudah dia tempati selama bertahun-tahun. Di situlah dia melayani pembelinya.
Ketua KPU Dilaporkan karena Diduga Lakukan Tindakan Asusila


Nama pria itu Mea Suherman, 31 tahun. Ia adalah pedagang bubur, yang tinggal di Kampung Ciela Lebak, Rt 03, Rw 04, Desa Ciela, Kecamatan Bayongbong, Garut, Jawa Barat. Setiap pagi dia selalu mangkal di situ. Sampai jam tujuh pagi.

Tapi status Mea kini tak sekadar pedagang bubur. Ini serius: dia adalah calon anggota legislatif, calon wakil rakyat di parlemen. Tentu, menjadi caleg, adalah langkah yang bakal menguras kantong. Spanduk, baliho, hingga iklan di media massa, butuh biaya jutaan. Selain itu, ongkos ke daerah pemilihan. Hanya mereka berdompet buncit bisa melakukannya dengan santai.

Mea termasuk lelaki nekad. Dengan modal minim, ia berani mendeklarasikan diri siap bertarung di perhelatan lima tahunan. Bertarung dengan calon bermodal besar. Siap merebut suara rakyat. 

Kepada VIVAnews , ayah satu anak ini sadar dengan kondisi ekonominya yang biasa-biasa saja. Dia bukan pengusaha besar yang punya banyak gerobak bubur dengan karyawan puluhan.

Untuk mencetak spanduk super besar, baliho raksasa, dia merasa tidak mampu. Apalagi iklan gede-gedean di televisi, yang butuh puluhan juta. Buat dia, mustahil.

Mea Suherman maju dari Partai Nasdem. Dia bertarung di Daerah Pemilihan 2 Garut, meliputi Kecamatan Bayongbong, Sukaresmi, Cisurupan, Cigedug, Cikajang, Banjarwangi, Singajaya, Peundeuy dan Kecamatan Cihurip. Dia tercatat di nomor urut 5.


Ketika ditawari oleh pengurus DPD Partai Nasdem Garut untuk menjadi caleg, Mea kaget. Kok bisa orang seperti dia ditawari menjadi caleg. Alasan partai rupanya sejalan dengan cita-cita Mea. “Ingin menjadikan kehidupan masyarakat yang lebih baik.”


Meski begitu, tidak lantas Mea tercatat jadi caleg Partai Nasdem. Kata Sekjen LSM Solidaritas Anak Bangsa (SABA) Garut ini, partai juga tetap menjalankan prosedur dalam menunjuk calonnya.


Sejumlah tes harus dilewati. Uji kelayakan, tes kesehatan, tes tertulis dan lisan, juga tes administrasi. Semua itu, kata Mea harus lulus. Kalau tidak, ya tetap tidak akan diajukan partai untuk ikut pemilu 9 April nanti.


Suami dari Ade Atin Supriatin ini, selain menjadi tukang bubur, juga mengajar di SMK dan MTS Al-Mukhtariah Cinisti Bayongbong, dengan status guru honorer.


"Jujur saja selain berjualan bubur saya juga mengajar di SMK dan MTS,” kata jebolan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Jawami, Bandung.


Mea mengaku terenyuh ketika melihat banyak generasi muda tidak mendapat pendidikan layak. Banyak generasi muda menghabiskan waktunya sia-sia, terjerat lembah hitam. Jauh dari pendidikan agama.


Dia juga tak berdaya mendapati banyak warga miskin tak mendapat pelayanan kesehatan maksimal. Banyak kondisi tempat ibadah di wilayahnya memprihatinkan.


Dengan duduk di kursi parlemen, dia yakin bisa mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Membentuk generasi muda yang hebat dan berprestasi. “Itulah yang mendorong saya untuk berbuat nekat maju jadi caleg. Intinya, sisa umur saya akan saya manfaatkan untuk mengabdi kepada masyarakat,” kata dia.


Strategi “Sajuta”


Agar terpilih, Mea rajin berkunjung ke rumah-rumah warga di daerah pemilihan (dapil)-nya. Ke masjid-masjid dan bertemu jamaah. Mea juga mengaku aktif menggunakan jejaring sosial seperti, Facebook dan Twitter. Foto-fotonya dipampang di media itu.


Ditanya, berapa dana yang sudah dihabiskan, Mea berkelakar, “Yang jelas saya sudah menghabiskan dana Sajuta,” kata dia. Apa itu Sajuta? “Sabar, jujur, dan tawakal, hahahaha..” ujarnya tertawa lepas.


“Saya tidak pungkiri, saya membutuhkan dana operasional untuk membeli minuman, kopi, rokok saat mengunjungi warga. Ya, sekarang sudah habis sekitar Rp5 juta,” Mea menjelaskan.


Uang itu, kata Mea, hasil dari berdagang bubur. Sementara, honornya mengajar tetap untuk keluarga. “Kalau ada sisa dari honor mengajar, ya saya sisihkan buat operasional,” kata dia.


Mea juga memanfaatkan profesinya sebagai tukang bubur. Saat pelanggannya menyantap bubur buatannya, Mea sebisa mungkin mencoba mengajak bertukar pikiran soal situasi di wilayahnya. Sambil membagi-bagikan stiker dan kartu nama.


Dengan dana seadanya, dia siap bertarung untuk mendapatkan kursi di DPRD Garut. Mea justru mengaku benar-benar merasakan bagaimana beratnya berjuang untuk rakyat. Yang pasti, Mea tetap berusaha semampunya. Tinggal Tuhan yang menentukan. “Insya Allah, jika Allah mengizinkan saya menjadi anggota DPRD Kabupaten Garut, saya akan lakukan sesuai tugas dan fungsi serta kewenangan anggota legislatif,” ujar Mea.


Sopir Ambulans


Tak beda jauh dengan Mea, di Jember, Jawa Timur, ada juga calon anggota DPRD dengan modal nekat. Modal pas-pasan.


Namanya Muhammad Arifunnajih. Dia sopir ambulans di klinik As-Sunniyyah Kencong, Jember. Sudah enam tahun Arif, begitu sapaannya, jadi sopir ambulans. Gaji yang diterima sekali angkut Rp30-Rp50 ribu.


Suami Siti Khofiyah itu tak gentar menghadapi lawan politiknya yang berkantong tebal. Arif mengaku modalnya untuk kampanye hanya Rp950 ribu saja. Uang segitu digunakan Arif hanya untuk mencetak stiker bergambar wajahnya. Modal yang jauh dari cukup.


Arif maju dari Partai Nasdem dengan daerah pemilihan 5 meliputi, Kecamatan Puger, Gumukmas, Kencong dan Jombang. Arif dapat nomor urut 3.


Maju jadi caleg atas saran rekannya di GP Ansor Jember. Di organisasi yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) ini, Arif menjabat wakil ketua. Arif dinilai mampu menjadi anggota legislatif dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Atas saran itulah, dia mencoba mendaftarkan diri ke Partai Nasdem di daerahnya.


Administrasi persyaratan dia lengkapi. Sejumlah syarat lainnya, seperti uji kelayakan, tes kesehatan, dia selesaikan. Partai Nasdem akhirnya memasukkan nama Arif di daftar calon.


Partai Nasdem kepincut dengan Arif. Selain memang layak untuk dijadikan calon, Arif dinilai memiliki profesi yang  mulia sekaligus unik. “Selain basis saya jelas dari Ansor, pekerjaan saya juga dinilai unik oleh partai,” tuturnya.


Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 25 Agustus 1967, punya motivasi maju sebagai caleg. Dia ingin terlibat langsung mengawasi keuangan daerah di Jember. “Agar benar-benar sampai ke tangan rakyat,” kata dia.


“Mau saya, APBD 100 persen buat rakyat. Tidak dikorup. Tidak ada yang bocor,” Arif menambahkan.


Selain itu, bapak empat anak ini juga ingin memperbaiki sistem pelayanan kesehatan dan pendidikan masyarakat yang dianggapnya masih sangat kurang. Sebab selama ini masyarakat kecil dinilai kurang mendapat perhatian.


Dukungan Pasien


Untuk dikenal luas masyarakat, Arif tentu harus rajin berpromosi. Tapi Arif tak membuat baliho atau spanduk untuk promosi. Apalagi iklan di televisi. Selain memang tidak punya dana, Arif juga khawatir disemprit KPU dan Bawaslu. “Buat apa membeli spanduk dan baliho, buang-buang uang. Lagi pula, pemasangan baliho dan spanduk melanggar aturan KPU,”  begitu alasan Arif.


Menghadapi kerasnya pertarungan pemilu 2014, dia hanya bagi-bagi stiker. Pasien dan keluarga pasien dia beri stiker bergambar wajah Arif. Tentu sambil meminta dukungan langsung.


Sejak awal pencalonan, Arif sudah menyampaikan ke partai, kalau dia tidak punya modal besar. Bahkan dengan tegas Arif akan mundur jadi caleg jika harus mengeluarkan banyak duit. Karena memang kondisi ekonominya tidak memungkinkan.


“Daripada mengeluarkan uang puluhan juta rupiah, mending kalau ada saya gunakan uang itu buat pergi haji,” tuturnya


Selain itu menyebar stiker, Arif juga mendatangi rumah-rumah warga di dapilnya. Maksud kedatangannya ia sampaikan.  “Mereka selalu menerima niat saya dengan baik. Mudah-mudahan hingga pencoblosan nanti,” Arif berharap.


Dia tak memungkiri, banyak orang mencibir pencalonannya sebagai anggota DPRD. Sebagai sopir ambulans, apakah Arif mampu mengemban tugas sebagai legislator. Bahkan untuk jadi saja, Arif pasti kesulitan.” Begitulah kira-kira penilaian orang.”


Tapi dengan motivasi kuat dan cita-cita luhur, Arif siap mengarungi kerasnya politik praktis. Segepok stiker selalu dia bawa. Baik saat bertugas, maupun ketika menemani istri berjualan perlengkapan bayi di Pasar Kencong. Dibagi-bagi ke tiap orang.


“Apapun kata orang, saya tetap berpikir positif dan fokus. Baik untuk pasien saya, maupun konstituen saya. Modal pas-pasan namun Insya Allah, hasil maksimal,” ucap Arif diplomatis.


Dan, begitulah taktik sejumlah caleg dengan modal "kere." Parlemen nyatanya tak membuat mereka jeri. (eh)


Laporan: Diki Hidayat (Garut) dan Sinto Sofiadin (Jember)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya