SOROT 263

Jurus China Lawan Korupsi

Korupsi China Sorot
Sumber :
  • REUTERS/Aly Song

VIVAnews – Di ruang lobi kantor itu terpampang sebuah layar besar. Ada urutan sepuluh informasi terpopuler paling dicari di China pada hari itu. Terletak di kawasan industri kreatif Haidan, di tepi kota Beijing, inilah kantor pusat search engine Internet terbesar di China: Baidu.

Di markas “Google”-nya China itu, layar besar tadi sedang memunculkan barisan kata dalam bahasa Mandarin.  “Siang ini berita mengenai Bo Xilai paling dicari,” kata Direktur Komunikasi Internasional Baidu, Kaiser Kuo, kepada VIVAnews yang melawat kantor itu akhir September 2013 lalu.

Daftar kata yang dipantau itu adalah cerminan dari tren apa yang paling diminati rakyat China setiap hari. “Jumlah mereka yang bisa mengakses informasi lewat Internet semakin bertambah,” ujar Kuo. “Apalagi, di China, ponsel pintar dan tablet makin bertambah," kata Kuo.

Kabar soal Bo Xilai saat itu menjadi perbincangan paling hangat bagi publik di China. Ia bersaing dengan berita amukan Topan Usagi di Hong Kong dan pesisir selatan China yang menewaskan sekitar 20 orang.

Bo baru sehari divonis penjara seumur hidup, pada 22 September 2013, oleh hakim pengadilan di Kota Jinan atas korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Bagi publik di China, Bo adalah pejabat tertinggi yang diadili dan dihukum oleh hakim pengadilan atas kejahatan korupsi.

Tidak mengherankan, sehari kemudian, semua surat kabar besar di Tiongkok menempatkan hukuman atas Bo sebagai berita utama di halaman pertama mereka. Ini termasuk China Daily, surat kabar berbahasa Inggris yang bertiras 500.000 eksemplar.

"Hukuman atas Bo Xilai ini terjadi saat Presiden Xi Jinping menempatkan pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritasnya," kata Qu Yingpu, Wakil Pemimpin Redaksi China Daily di kantornya, di Huixin Dongjie, Beijing. Masyarakat rupanya antusias dengan aksi pemerintah itu.

Bo Xilai bukanlah pejabat sembarangan. Politisi berusia 64 tahun itu adalah pemimpin Partai Komunis di Kota Chongqing, plus anggota Politbiro Komite Sentral Partai. Ia adalah pejabat tertinggi yang pernah diadili, dan dihukum dalam sejarah Republik Rakyat China.

Terkenal berpandangan konservatif dan pendukung keras pandangan-pandangan Mao Zedong, Bo bahkan sempat dispekulasikan masuk dalam angkatan baru pemimpin China, yang kini berada di bawah kekuasaan Xi Jinping.

Tapi nasib berkata lain. Karir Bo hancur setelah dia diadili dan dihukum atas kasus korupsi, suap, dan penyalahgunaan kekuasaan. Dia dihukum penjara seumur hidup dan semua aset kekayaannya disita negara. Begitu pula keluarganya, hancur. 

Kakek 87 Tahun Ini Bikin Heboh Usai Jadi Model Catwalk di China Fashion Week

Pengadilan atas Bo hanya memakan waktu satu bulan sampai dia menghadapi vonis pada 22 September 2003. Menurut vonis pengadilan, seperti dikutip media-media massa China, Bo dinyatakan bersalah menerima suap sebesar 21,79 juta yuan (sekitar Rp39,4 miliar) dari dua pengusaha lokal, berupa sebuah vila di Prancis untuk istrinya dan pembayaran biaya perjalanan dan tagihan kartu kredit untuk putranya yang bersekolah di luar negeri.

Tidak hanya korupsi, Bo juga dinyatakan menyalahgunakan jabatannya sebagai petinggi partai untuk menutup-nutupi peran istrinya dari suatu kasus pembunuhan. Istri Bo, Gu Kailai, sebelumnya pada Agustus 2012 juga dihukum penjara seumur hidup (sebagai pengganti vonis hukuman mati yang tertunda). Ia dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan seorang pengusaha asal Inggris, Neil Heywood.

Itulah sebabnya, perhatian publik China tak hanya terpaku pada Bo, namun juga pada istri dan anaknya, yang disekolahkan di Amerika Serikat. Menurut data dari Baidu, referensi dan pencarian atas kabar Bo Xilai naik 1,780 persen. Sedangkan atas Gu Kailai naik 8.030 persen, sedangkan atas putra mereka, Bo Guagua meningkat 4.601 persen, ungkap harian South China Morning Post.  

Dalam tayangan stasiun televisi pemerintah, CCTV, Bo tak lagi terlihat sebagai pejabat berwibawa. Di gedung pengadilan Kota Jinan, Provinsi Shandong, kedua mata Bo tampak sayu. Mukanya lelah seperti kurang tidur. Dia tak lagi bersetelan jas, hanya berkemeja putih dan celana hitam. Bo menatap pasrah ke arah hakim yang membacakan vonis baginya: penjara seumur hidup.

Judi Slot Higgs Domino dan Royal Dream Dibongkar Polisi, Omzetnya hingga Rp 30 Miliar
Lalu pengadilan Bo menjadi semacam drama kejatuhan seorang petinggi partai. Televisi, radio, koran memberitakan secara gencar. Sesudah vonis dibacakan, ia diapit kedua petugas ke luar pengadilan menuju mobil tahanan.  Itu terakhir kali rakyat China melihat Bo Xilai.
Pengakuan TikToker Galih Loss Soal Video Diduga Menistakan Agama: Saya Menyesali Semua

Pemerintah China rupanya ingin memberikan kesan tak main-main dengan pengadilan Bo. Proses pengadilannya disiarkan media sosial di Internet, lewat akun resmi di Sina Weibo, semacam Facebook-nya China.

Pesan perang atas korupsi memang digencarkan China lewat Internet. Ia boleh jadi cara yang efektif. Menurut data Baidu, hingga akhir 2012, terdapat 564 juta pengguna Internet di negeri Panda itu. Ini menjadikan China sebagai negara dengan populasi Internet terbesar di dunia.

Lalat dan macan

Korupsi telah menjadi penyakit kronis di China tiga dekade terakhir. Kepemimpinan Partai Komunis China, seperti dikutip Xinhua, pun sudah memperingatkan bahwa korupsi bisa mengancam jatuhnya partai, dan juga negara.

Itu sebabnya, Partai Komunis China yang berkuasa sejak 1949, kini kian gencar menindak para pejabat maupun kader yang terjerat korupsi. Pemimpin China saat ini, Xi Jinping, sudah menyatakan perang melawan korupsi menjadi prioritas untuk sepuluh tahun ke depan. Bagi Xi Jinping, perang melawan korupsi adalah tugas jangka panjang, rumit, dan sulit. Maka perlu upaya konsisten, dan tidak kendur. "Kita harus perangi setiap perilaku korup,” kata Xi. Dia tak akan bosan menghukum setiap pejabat korup, agar rakyat China percaya, pemerintah bukan basa-basi.

Komitmen Xi itu, seperti dilaporkan Xinhua, sudah dikoarkan di depan anggota Komisi Inspeksi Disiplin Partai, badan yang berkuasa menindak para pejabat korup, pada Januari 2013 lalu. Xi Jinping saat itu adalah Sekretaris Jenderal Partai Komunis China. Dua bulan kemudian, Sekjen Xi otomatis menjadi Presiden, seperti tradisi politik di China dalam dua dekade terakhir. 

Kepada para kader partai, Xi meminta mereka agar tidak segan-segan menghukum sesama kolega maupun pejabat korup. Maka dia melontarkan dua sebutan, yaitu "lalat" bagi pejabat tingkat rendah, dan "macan" untuk pejabat tinggi yang korup. Mereka harus sama-sama dihukum. 

"Tidak ada pengecualian saat Partai menegakkan disiplin dan hukum. Semua kasus akan diperiksa secara menyeluruh, dan tidak akan ada keringanan hukuman bagi siapapun yang terlibat," ujar Xi.  

Semangkuk sup

Sejumlah peraturan anti korupsi pun lahir. Termasuk, misalnya, tidak boleh lagi ada karpet merah, atau penyambutan meriah bagi kedatangan seorang pejabat, baik itu pusat dan daerah.  Untuk undangan makan siang, pejabat China hanya boleh menikmati maksimal empat macam masakan, dan satu jenis sup. Mobil dinas dilarang dipakai untuk urusan pribadi.

"Dulu para pejabat dibiarkan menghadiahi diri mereka dengan bonus dari anggaran pemerintah. Kini tidak boleh ada yang namanya tunjangan lembur," ungkap Lijia Zhang, pengamat masalah China dalam satu tayangan di CNN pertengahan Oktober lalu.   

Pada tahap awal, penyelidikan kasus korupsi biasanya dijalankan oleh aparat negara atau polisi setelah mendengar keluhan, laporan atau petisi dari warga. Namun, untuk kasus kelas kakap, penyelidikan akan dijalankan oleh Komisi Inspeksi Disiplin dari Komite Pusat Partai Komunis China. Target mereka biasanya kader atau pengurus partai yang duduk di jabatan strategis, baik di pemerintahan maupun di badan usaha milik negara.

Tim penyelidik dari partai memiliki cara-cara khusus untuk menginvestigasi pejabat atau kader yang terindikasi korupsi. Cara-cara itu terkesan sangat keras dan luar biasa. (Selengkapnya dapat dibaca pada bagian ke 3: )

Selama pengadilan, pejabat yang didakwa korupsi hampir pasti akan divonis bersalah. Namun, berat atau ringannya hukuman akan ditentukan dari bobot kejahatan, maupun pengakuan. Untuk kasus korupsi, hukuman bervariasi. Bisa berupa penjara seumur hidup, atau bahkan eksekusi mati. 

Data dari Komisi Inspeksi Disiplin Partai, seperti dikutip kantor berita Xinhua, sedikitnya 4.698 kader tingkat tinggi maupun tingkat daerah telah dihukum oleh partai pada 2012.  Tingkat jabatannya beragam. Mereka misalnya adalah Liu Zhijun, mantan menteri kereta api. Atau Huang Sheng, mantan wakil gubernur Provinsi Shandong, dan Tian Xueren, mantan wakil Gubernur Provinsi Jilin (lihat ).

Sebanyak 961 dari para pejabat itu telah diadili, atau diserahkan ke lembaga yudisial untuk diadili. Selain itu, pada 2012, hampir 73.000 orang di China --baik itu kader partai komunis maupun bukan, telah dihukum karena kasus korupsi, atau lalai menjalankan tugas.   

“Mesin pencari daging manusia”

Masyarakat di China tak hanya bisa mengikuti berita aksi “ganyang” pejabat korup. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka diberi angin berpartisipasi memerangi korupsi.

Bagi wartawan surat kabar Inggris, Richard McGregor, partisipasi masyarakat itu dia sebut sebagai "mesin pencari daging manusia" (human flesh search engines). Agak mengerikan kedengarannya. Istilah itu sebetulnya dipakai untuk menggambarkan betapa gencarnya masyarakat di China, terutama para bloger dan jurnalis ikut gerakan aksi anti korupsi. Mereka mengendus gaya hidup berlebihan para pejabat dan keluarga petinggi. Semua itu diungkap sebagai gejala awal adanya praktik korupsi.      

Di era Internet, dan dengan identitas samaran, publik memakai media sosial setempat seperti Sina Weibo, untuk memajang foto dan informasi seputar aksi kesewenang-wenangan dan gaya hidup mewah para pejabat. "Pada 2009, banyak pejabat daerah yang aksinya diungkap oleh apa yang disebut warga China sebagai 'mesin pencari daging manusia,'" tulis McGregor dalam bukunya The Party: The Secret World of China's Communist Rulers.

Di buku itu, McGregor, bekas wartawan Financial Times di China, berkisah betapa berkuasanya Partai Komunis China. Partai menjadi penentu nasib para pejabat, eksekutif, profesor, hingga wartawan setempat. Ia bisa menindak siapa saja, termasuk mereka yang bermasalah atas kasus korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan.

"Partai itu ibarat Tuhan. Dia berada di mana pun, kita saja yang tidak bisa melihatnya," tulis McGregor dengan mengutip perkataan seorang profesor Universitas Rakyat di Beijing.  

McGregor memberi beberapa contoh kasus bagaimana partisipasi masyarakat di Internet bisa mengundang aparat partai menindak pejabat yang terindikasi korupsi.

Pada awal 2009, pernah muncul sebuah foto di Internet tentang seorang pejabat di Kota Nanjing yang mengurusi perizinan real estat sedang mengisap Nanjing 95 Imperial, jenis rokok mahal setara Rp220.000 per bungkus.

Dia juga terlihat memakai jam buatan Swiss, Vacheron Constantin, yang harga pasarannya saat itu US$15.000. Pejabat itu membantah dengan mengklaim bahwa dia hanya pakai jam produk bajakan alias palsu. Namun pejabat itu akhirnya dipecat, dan diseret ke meja hakim.  Menurut kantor berita Xinhua, pejabat bernama Zhou Jiugeng itu divonis penjara 11 tahun atas kasus suap. Sejak saat itu "mesin pencari daging manusia" terus memakan korban. 

Di Kota Shenzen, misalnya, muncul rekaman video lewat Internet tentang seorang pejabat partai setempat tengah mabuk, dan menganiaya ayah seorang gadis yang berupaya dia lecehkan. Laporan masyarakat seperti itulah yang terus bermunculan di media sosial.

Kini bahkan muncul sejumlah kasus, di mana aib para pejabat korup itu malah diungkap oleh perempuan simpanan mereka. Tengok pengakuan seorang kekasih gelap pejabat publik bernama Ji Yingnan. Dilansir kantor berita BBC, Kamis 10 Oktober 2013, Ji memajang sejumlah video dan foto dirinya dan sang kekasih di dunia maya.

Kekasih Ji adalah seorang Wakil Direktur Administrasi Arsip Pemerintah bernama Fan Yue. Dalam beberapa foto, tergambar jelas sepasang kekasih itu tengah asyik berbelanja, berenang di kolam renang pribadi, dan sedang berpesta.     

Seperti dikutip surat kabar China berbahasa Inggris, Global Times, Ji sengaja membocorkan perselingkuhannya itu karena menduga kekasihnya terlibat dalam tindak korupsi. Dia sudah melaporkan itu ke pejabat berwenang, namun tidak ditanggapi. Maka, sebagai pelampiasan, dia membeberkan aib itu melalui jalur maya.  (Selengkapnya bisa dibaca di artikel "")

Kantor berita Xinhua menulis bahwa Fan akhirnya dipecat dari jabatannya pada Juni lalu.  Ia kini tengah diinvestigasi atas tuduhan melakukan tindak korupsi.

Senjata makan tuan?

Namun, penguasa China tak begitu saja melonggarkan kendali atas masyarakatnya dalam memerangi korupsi. Warga tak bisa leluasa melaporkan para pejabat korup. Jika salah, senjata bisa makan tuan. Ada kasus di mana para pelapor, termasuk netizen di dunia maya, ditahan polisi dengan tudingan balik mencemarkan nama baik pejabat, atau dituduh "mengganggu stabilitas."

Seperti dikisahkan McGregor, partisipasi publik atau media massa di China hanya demi membantu Partai Komunis China dan pemerintah dalam memerangi korupsi, jadi bukan semata-mata demi kemaslahatan rakyat.

Maka muncul keraguan apakah perang melawan korupsi di China cenderung tebang-pilih. Soalnya, Komisi Inspeksi Disiplin pun tak akan begitu saja berani menyelidiki keluarga sembilan anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis --forum tertinggi kekuasaan politik di China. Ia mencakup seorang Sekretaris Jenderal Partai yang merangkap Presiden China, dan juga seorang anggota yang merangkap Perdana Menteri.

Dalam satu diskusi di CNN 16 Oktober 2013, akademisi asal Hong Kong Willy Lam menduga adanya praktik "tebang pilih" itu. "Ada semacam perjanjian tidak tertulis di dalam lingkup partai komunis bahwa baik mantan pejabat maupun mereka yang sedang menjabat dalam Komite Tetap Politbiro tidak bisa disentuh. Kita tidak bisa menyentuh mereka dengan tuduhan pidana," kata Lam, pengamat masalah China dari the Chinese University of Hong Kong. 

Partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi pun, lanjut Lam, dibatasi pada tingkat tertentu. "Para netizen hanya bisa memaparkan kelakuan para pejabat maksimal di tingkat wakil menteri dan tidak sampai ke 'macan-macan'-nya,” ujar Lam.  Di saat bersamaan, kata Lam, terdengar kabar polisi menahan para netizen yang antusias memaparkan kejahatan, atau kasus korupsi yang melibatkan para pejabat. 

Pihak berwenang China seakan sedang menyebarkan pesan lain, bahwa publik tak boleh sembarangan membongkar dugaan korupsi pejabat. Bila tak terbukti, ia bisa menjurus kepada pencemaran nama baik.  Seorang wartawan bernama Liu Hu, pernah menjadi korban dari “kesialan” itu.

Menurut harian China, The Global Times, Liu ditahan oleh polisi Beijing sejak Agustus lalu atas kasus pencemaran nama baik. Reporter koran New Express asal Guangzhou itu, dalam akunnya di Weibo pada 29 Juli lalu, menuding Ma Zhenggi, pejabat Badan Administrasi Industri dan Perdagangan membuang-buang aset negara.

Liu juga menuduh sejumlah pejabat di badan itu terlibat korupsi.  Ujungnya, malah dia yang ditahan polisi. Tuduhannya: laporan si wartawan itu dianggap hanya memperkeruh suasana. (np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya