SOROT 256

Gas Maut di Pinggir Damaskus

Serangan Gas Kimia
Sumber :
  • REUTERS/Mohamed Abdullah
VIVAnews -
Istana Ungkap Alasan Jokowi Kunker ke NTB di Tengah Aksi Hari Buruh
Betapa merindingnya Abu Nidal. Di Zamalka dia menemukan kengerian ini. Maut dan kesunyian. Banyak warga tertidur kaku. Pucat sudah tak bernyawa. Dan aneh. Tidak ada tanda kekerasan di tubuh. Tak ada luka memar. Apalagi luka tembak.

Hujan Lebat Mengguyur Arab Saudi, Madinah Diterjang Banjir Bandang

Mereka terbujur kaku di tempat tidur. Dengan posisi masing-masing. Dibalut baju dan celana sehari-hari.  Kebanyakan anak-anak belia. Berwajah polos. Mereka, “Seperti terlihat sedang tidur,” kisah Abu Nidal.
Arsenal Mulai Kawal Ketat Pemainnya


Dan maut yang sunyi itu tidak hanya membekap Zamalka. Kepada kantor berita Reuters , seorang warga di Kota Ebrin juga mengabarkan kengerian yang sama. "Kami memasuki satu rumah dan semuanya masih tertata rapi. Semua orang masih ada di tempatnya. Berbaring di tempat yang seharusnya. Seperti tertidur," kata sang warga yang ikut mengevakuasi jenazah.

Sepi di rumah, sunyi di halaman. Di luar rumah penduduk di kota itu, hewan-hewan seperti kucing bergelimpangan. Tak lagi bergerak.  Ebrin, seperti halnya Zamalka, tampak menjadi kota mati. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di banyak rumah di situ. Tidak hanya sepi, tapi juga ngeri.

Kabar kematian dari kota-kota di pinggir Damaskus itu, kemudian menyebar ke seluruh dunia. Dalam kata, foto dan juga video. Dan saksikanlah video ini. Seorang ayah memeluk dua putri kecilnya yang sudah mati. Didekapnya ke dada. Yang besar dengan tangan kanan. Yang kecil dengan tangan kiri.

Sembari meraung, dia membaringkan mereka di samping bocah-bocah lain yang juga sudah mati. Lalu dia membungkuk memeluk. Lihat juga seorang ayah, yang duduk di sofa dan terus mendekap anaknya yang sudah tak bernyawa. Ayah ini tak henti menangis.

Masih banyak gambar dan video seperti itu menyebar ke seluruh dunia. Anak-anak yang tewas yang dibaringkan berbaris dengan wajah yang sungguh tak berdosa. Dan ketakutan akan kematian itu juga menghantui para relawan yang mengevakuasi para korban.


Dalam beberapa foto yang dimuat harian
Daily Mail
, para relawan  di Zamalka memakai masker. Pasalnya para korban diduga kuat menghirup gas beracun, yang dikhawatirkan adalah senjata kimia. 


Dan ini merupakan peristiwa yang paling tragis selama dua tahun perang saudara di negeri Suriah itu. Menurut klaim para relawan dan saksi mata, kematian mengerikan itu juga terjadi di kota-kota kecil seperti di Hammuriyah, Irbin, Saqba, Kafr Batna, Mudamiyah, Harasta, dan Ain Terma.


Kota-kota kecil itu berada di wilayah pertanian sebelah timur Ibu Kota Damaskus, Ghouta, yang merupakan basis kubu oposisi yang lebih suka disebut sebagai pejuang kebebasan rakyat Suriah. Muncul pula laporan bahwa serangan serupa terjadi di Jobar, di pinggir Damaskus.


Sejumlah saksi mata menuturkan bahwa maut menyambar Zamalka pada Rabu dinihari, 21 Agustus 2013. Dia datang dalam bentuk roket, yang ditembakan sekitar pukul 2 atau 3 pagi, ketika hampir semua penduduk sedang terlelap.


Anehnya, tembakan roket itu tidak memuntahkan hulu ledak biasa. "Muncul ledakan berwarna biru keputihan," kata Zidan al-Sabah, seorang aktivis yang mengaku tinggal sekitar 800 meter dari lokasi ledakan, seperti dikutip
The Washington Post. 


Tidak lama berselang, banyak warga setempat berjuang ke rumah sakit terdekat, karena mengalami gangguan yang tidak biasa setelah serangan roket itu. Sang saksi mata menuturkan bahwa ini adalah pembantaian, bukan baku tembak kelompok oposisi dengan pasukan rezim Bashar al-Assad.


Banyak warga setempat yang berhasil dievakuasi dalam keadaan hidup ke rumah sakit terdekat. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang meninggal di sana.


Tim relawan dari Doctors Without Borders mengungkapkan bahwa para tenaga medis di tiga rumah sakit sebelah timur Damaskus menerima sedikitnya 3.600 pasien dalam kurun tiga jam setelah serangan pada Rabu dini hari itu. Mereka semua mengalami gejala racun syaraf (
neurotoxic
), seperti muntah-muntah dan sulit bernafas. 355 meregang nyawa di rumah sakit.  


Seluruh dunia terhenyak. Perserikatan Bangsa Bangsa langsung mengirim tim penyelidik untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Namun, yang paling geram dari banyak negara adalah Amerika Serikat.


Tim PBB belum bisa menyimpulkan hasil pemeriksaan mereka setelah berkunjung dari Suriah selama beberapa hari pada akhir Agustus 2013. Perlu dua atau tiga minggu untuk menganalisis sampel yang mereka bawa dari lokasi serangan sebelum memberi kesimpulan.


Namun AS sudah tidak sabar mengerahkan militernya untuk beraksi. Washington menegaskan bahwa mereka punya alasan kuat untuk menghela serdadu ke sana. Militer negara itu  segera bertindak begitu mendapat restu dari parlemennya (Kongres), walau tidak ada wewenang dari Dewan Keamanan PBB. 


Para pejabat di Washington menuduh rezim Bashar al-Assad di Suriah sebagai biang keladi serangan senjata kimia itu. Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, Minggu kemarin, menegaskan bahwa Amerika mengantongi  bukti penggunaan gas sarin atas serangan yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, termasuk 426 anak-anak itu.


Buktinya bukan dari tim PBB, melainkan dari tim independen yang diyakini Kerry punya sampel yang kredibel. Sampel itu berasal dari rambut dan darah korban. "Sampel-sampel itu sudah dites positif mengandung gas sarin," kata Kerry dalam wawancara dengan stasiun berita
NBC
1 September lalu. 


Kelompok oposisi Suriah memperkuat tuduhan AS itu. Mereka menegaskan bahwa rezim Bashar Al-Assad menggunakan senjata kimia jenis "Agent 15" dalam membantai rakyat di Ghouta, Rabu kemarin. Hal ini bisa dilihat dari berbagai gejala yang ditimbulkan dan bekas-bekas pada korban tewas.


Diberitakan
CNN
, 22 Agustus 2013, beberapa aktivis oposisi mengatakan bahwa zat kimia berbahaya ini pernah digunakan oleh Assad di rudal-rudal tank yang menghujani kota Homs, Desember 2012. Barang maut  yang  memiliki nama lengkap
3-quinuclidinyl benzilate
atau disingkat BZ ini menyerang sistem syaraf peripheral dan syaraf pusat.


Cara Kerja Zat Maut Itu


Dari modus dan pola serangan senjata itu, kemungkinan senjata kimia yang digunakan adalah golongan agen saraf, zat yang langsung menyerang sistem saraf manusia. Dan Sarin termasuk salah satunya. Dan zat pembunuh ini sesungguhnya sudah ada sejak berpuluh tahun lampau.


Agen saraf, secara tidak sengaja ditemukan ilmuwan era Nazi, yang mencoba membuat pestisida agar lebih efektif. Molekul dalam senjata ini dikenal sangat mirip dengan molekul yang paling umum dalam pestisida, senyawa organofosfat. Cara agen saraf membunuh manusia sangat mirip dengan cara pestisida organofosfat membunuh serangga.


Dari gejala korban Suriah yang mengalami penyempitan pupil mata, ini mirip dengan gejala yang ditimbulkan dari sarin. Gejala inilah yang juga ditemukan ilmuwan era Nazi. Sampai sejauh ini tidak ada senjata kimia dengan jenis gejala tersebut selain agen saraf.


Majalah
Time
mengungkapkan bahwa sarin menyerang sistem saraf dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengontrol fungsi otot dan kelenjar. Hal itu menyebabkan overstimulasi fungsi metabolisme tertentu, sampai akhirnya berdampak pada hilangnya semua fungsi tubuh. Pusat Pengandalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan setetes cair sarin pada kulit menyebabkan kulit menggelepar dan berkeringat.


Jika terkena dosis yang kecil, sebagian besar orang dapat pulih. Caranya, harus pindah ke luar ruangan yang tak terkena gas untuk menurunkan paparan. Melepaskan pakaian yang terkena sarin secepat mungkin dan kemudian mencucinya dengan sabun dan air dapat mengurangi dampak yang lebih buruk.


Serangan agen saraf itu menyasar pada sistem saraf manusia. Secara teori otak mengirimkan sinyal ke otot melalui safat motor neuron. Saraf ini akan mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin, yang membantu kontraksi otot.


Asetilkolin akan dipecah dalam enzim asetilkolinestrase (A-prime). Enzim ini mempercepat asetlikolin sehingga otot tidak tinggal dikontraksi setelah sinyal dari otak telah berakhir.


Sebuah organofosfat seperti sarin menubruk dalam ruang A-prime. Hal ini kemudian memacetkan proses A-prime dalam memecah asetlikolin. Kondisi ini menyebabkan kontraksi secara permanen. Nah pada kondisi ini, orang tidak lagi dapat bernafas, dan menyebabkan pupil mata menyempit.


Reaksi antara sarin dan A-prime sangat cepat dan tidak dapat diubah. Itulah sebabnya sarin dan agen saraf lainnya sangat mematikan meski dalam dosis rendah.


Gas sarin telah digunakan di Halabja, Irak, pada 1988 oleh rezim Saddam Husein. Gas beracun ini dilepaskan di atas kota Kurdi dan menewaskan 5000 warga sipil selama tiga hari. Serangan teroris pada 1995 di Tokyo juga memakai zat ini. Insiden tersebut menewaskan 13 raga.


Orang yang terkena paparan sarin dalam beberapa detik mulai mengalami sakit mata, berliur, lemah, muntah, diare dan detak jantung tak teratur. Pakaian yang terkena gas akan melepaskan gas beracun selama 30 menit.


Jika terkena sarin dalam bentuk cair, gejala dapat muncul dalam beberapa menit sampai 18 jam setelah mengkonsumsi. Dengan sarin jenis ini, korban mengalami gejala lebih parah. Seperti kejang-kejang. Kelumpuhan. Hilangnya fungsi pernafasan. Mati.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya