Prabowonomics

Bermula dari Hatta

VIVAnews-ADA pesan yang membekas di benak Prabowo Subianto. Saat maju sebagai calon presiden RI dia bertemu ibunya, Dora Sigar Sumitro. “Bowo jangan lupa, rakyatmu banyak yang miskin,” kata Dora. Pesan itu disampaikan Dora sebelum perempuan 87 tahun itu meninggal.

Kenangan atas pesan ibunya itu disampaikan Prabowo pada acara Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), pada pertengahan Maret lalu. Partai itu kini menjadi kendaraan politik dia untuk melaju ke kursi Presiden RI.

Meski sekarang menjadi pengusaha, Prabowo rupanya pernah hidup susah. Saat ayah kandungnya Sumitro Djojohadikusumo terlibat Pemerintahan Revolusioner Repulik Indonesia (PRRI) 1958-1961, dia terpaksa hidup pas-pasan.

6 Lokasi Camping Populer di Luar Negeri, Ayo Kunjungi!

Berhari-hari dia hanya menggunakan pakaian itu-itu saja. Tak pernah berganti. “Jadi, saya pernah merasakan susah,” kata Prabowo.

Dari pengalaman keluarga itulah kepedulian Prabowo terhadap kemiskinan tumbuh. Prabowo kemudian mengembangkan kepedulian itu melalui konsep ekonominya: Prabowonomics.



Ide Prabowonomics terhitung ambisius. Salah satunya menjadwalkan kembali utang luar negeri. Dana utang itu akan digunakan untuk program pendidikan, kesehatan, pangan dan energi.

Salah satu pilar pemasok inspirasi Prabowo adalah ayahnya sendiri, Sumitro Djojohadikusumo.  Begawan ekonomi ini merupakan tokoh senior Partai Sosialis Indonesia (PSI). Dia pernah menjadi Menteri Keuangan pada saat Orde Lama.  

Tapi setelah  hubungan PSI dan Soekarno retak, Sumitro bergabung dengan PRRI. Akibatnya Soekarno membubarkan PSI sebagai partai politik. Sumitro juga terpaksa melarikan diri ke luar negeri selama 10 tahun.

Setelah Soekarno jatuh, Sumitro diminta pulang oleh Soeharto. Dia diberi jabatan Menteri Perdagangan. Lalu Menteri Riset dan Teknologi.  Setelah itu dia pensiun tahun 1978.

Walau pensiun, Sumitro masih melancarkan kritik. Dia menyorot tajam korupsi pada era Orde Baru. Di Seminar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia tahun 1993, Sumitro mengkritik kebocoran anggaran hingga 30 persen. Namun kritik di pinggiran itu seperti menyiram garam ke laut. Sia-sia.  

Ketua Umum Gerindra, Suhardi, membenarkan pengaruh kuat Sumitro dalam konsepsi ekonomi Prabowo. “Koreksi pak Mitro dulu, sekarang digaungkan kembali oleh Prabowo,” kata Suhardi.

Kritik itu kata Suhardi, antara lain penerapan kapitalisme pasar bebas, sebuah kapitalisme tanpa batas. Kapitalisme model ini bisa membahayakan dirinya sendiri. Ini terbukti dari krisis finansial global sekarang.  

Maka, kata Suhardi, dalam konsep Prabowonomics, ide yang diusung adalah kapitalisme yang terbatas dan terkontrol. Yakni melalui ekonomi kerakyatan.



Prabowonomics sejak awal memang mengusung ekonomi kerakyatan. Menurut Fadli Zon, ini yang membedakan konsep Prabowonomics dengan Widjojonomics dan Habibienomics.

Widjojonomics adalah sebutan bagi resep ekonomi yang digagas Widjojo Nitisastro, arsitek ekonomi Orde Baru. Dia menekankan pada aspek pertumbuhan dan pasar bebas. Habibienomics, sebutan untuk resep ekonomi masa Presiden Habibie, memajukan teknologi tinggi sebagai basis pengembangan industri.

Prabowo sendiri pengkritik keras Widjojonomics. Dalam bukunya, “Kembalikan Indonesia” terbitan tahun 2004, ia mengecam keras garis Widjojonomics.  Industri subtitusi impor dan pasar bebas menurutnya membuat Indonesia terperangkap dalam paradoks. “Indonesia negeri yang kaya sumber daya alam, tetapi penduduknya miskin,” tulis Prabowo.

Sementara, Habibienomics juga mendapat kritik. Fadli Zon, kawan akrab Prabowo, menilai konsep Habibie ini memang bagus. Tapi itu tak akan terjadi dalam realitas sekarang. Soalnya, bakal banyak industri penerbangan asing berkepentingan menutup industri penerbangan milik Indonesia. Penutupan itu memang terjadi pada Industri Pesawat Terbang Nusantara.  “Jadi, Habibie saya nilai terlalu naïf,” katanya.

Sementara, konsep Prabowonomics, kata Fadli Zon, bukan lahir hari ini. Tapi merupakan hasil dari sebuah pergulatan  panjang.  Dimulai dari kegalauan Prabowo melihat keanehan perekonomian Indonesia sejak 10 tahun lalu.

Pada 1999, Prabowo heran melihat neraca perdagangan ekspor. Tiap tahun Indonesia mengalami surplus. Tapi dananya tak pernah menjadi cadangan devisa. Sebagai pengusaha, Prabowo menemukan sebabnya: Indonesia tak punya kebijakan mewajibkan dana hasil ekspor itu disimpan di dalam negeri. Padahal, di Thailand, pengusaha wajib menyimpan dana di dalam negeri.

Dari sejumlah keanehan ini, sebagai orang awam, Prabowo lalu mencoba mencari jawaban. Dia belajar secara otodidak. Kebetulan Prabowo hobi membaca. Dia rajin membaca buku ekonomi.  Dia menemukan solusi, yang lalu dikembangkan menjadi Prabowonomics. Konsep itu tertuang dalam buku  “Membangun Kembali Indonesia Raya,” terbitan Maret 2009.

Menurut Dr Endang S. Thohari, pemikiran di buku itu  murni datang dari gagasan Prabowo. Institut Garuda Nusantara, lembaga yang menerbitkan buku itu, hanya menguatkan melalui teori dan data. “Tapi gagasan besarnya dari pak Prabowo sendiri,” kata Sekretaris Eksekutif Institut Garuda Nusantara ini.

Dalam buku itu, program ekonomi Prabowo terlihat detil. Dia menurunkan konsep itu dalam delapan program aksi. Salah satu program aksi yang terhitung radikal adalah mencabut Undang-undang Badan Hukum Pendidikan. Alasannya, aturan itu membuat perguruan tinggi negeri menjadi mahal.  Akibatnya anak seorang petani kini sulit kuliah.



Konsep ekonomi kerakyatan Prabowo sebenarnya bukan barang baru. Konsep ini sebelumnya pernah digulirkan almarhum Prof. Dr. Mubyarto.  

Sistem ekonomi kerakyatan ini disebut Mubyarto sebagai sistem ekonomi Pancasila. Gagasannya sama dengan Prabowonomics. Di antaranya, sama-sama nasionalis, anti pada kebijakan kapitalisme neo-liberal, juga berorientasi pada penerapan pasal 33 UUD 1945.

Semasa hidupnya, Mubyarto berpendapat ilmu ekonomi sudah dikhianati. Pada era Orde Lama, ciri ekonomi masih bersemangat sosialisme. Tapi pada masa Orde Baru, sistem yang berkembang adalah kapitalisme pasar bebas.

Untuk itu, diperlukan sebuah perubahan. Caranya melalui pengembangan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Jadi, tidak semata berpatokan pada industri besar dan konglomerasi.

Namun, konsep ekonomi kerakyatan bukan dibangun Mubyarto dari ketiadaan. Sistem ekonomi kerakyatan diakui Mubyarto sejak awal diadopsi dari semangat Hatta. Hatta lah penggagas pertama sistem ekonomi itu.

Prabowo mengakui pengaruh Hatta itu. Dalam bukunya, “Kembalikan Indonesia,” Prabowo membuat bab tersendiri tentang pemikiran Hatta. Dengan mengutip Hatta, Prabowo menulis: “Indonesia memiliki kekuatan ekonomi hanya jika tahu cara mengekploitasinya.”

Di bagian ini, Prabowo mengupas seluruh ide ekonomi Hatta.  Di antaranya pentingnya pertanian dan koperasi. Hak rakyat atas tanah.  Juga kritik Hatta atas teori pasar bebas (laissez-faire).

Menurut Hatta, pasar bebas hanya efektif jika seluruh bangsa dunia berada pada kondisi sama. Namun faktanya tidak semua negara ada dalam kondisi sama. Situasi ini lah yang membuat ketimpangan dan kemiskinan antara negara.

Tak hanya itu kekaguman Prabowo pada Hatta. Bukan sebuah kebetulan Hatta adalah pendiri Partai Indonesia Raya (Parindra). Nama partai Hatta itu mirip dengan nama partai Prabowo sekarang: Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Agaknya, dari Hatta lah Prabowonomics bermula.

Presiden Joko Widodo.

Jokowi Resmikan Huntap hingga Proyek Infrastruktur Pascabencana di Sulteng

Presiden Joko Widodo meresmikan sejumlah proyek revitalisasi pascabencana tsunami tahun 2018 silam.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024