SOROT 223

Seberapa Rusak Bocah Korban Pemerkosaan

Ilustrasi/Korban pelecehan seksual
Sumber :
  • istockphoto

VIVAnews - Sebut saja namanya ER. Dia manajer salah satu perusahaan besar di Jakarta. Usianya 30 tahun. Sudah bersuami dan beranak dua. Kehidupannya normal seperti orang-orang biasa. Tapi, jangan tanya masa kecilnya. Sebab, bila ingat dia akan menangis sejadi-jadinya, menyesali diri sendiri.

Kerbau Albino Diundang ke Gedung Pemerintah, Harganya Rp7,8 Miliar

Dia pernah jadi korban perkosaan. Dia digagahi bocah tetangganya yang 10 tahun lebih tua, saat ia berusia 6 tahun. Tak ada yang tahu soal laknat itu, termasuk orang tua ER. Hingga kini.

ER membenam aib seumur hidup sendiri karena takut diancam bakal dibunuh. Tak paham kalau itu hanya gertak sambal, ER tak melapor. Boro-boro melapor ke petugas hukum, mengadu ke orangtuanya pun dia jerih.

Terdakwa Yosep Subang Diadili Bunuh Istri dan Anak Demi Uang, Korban Dibacok Pakai Golok

Sungguh tak mudah bagi bocah 6 tahun hidup dibayangi ancaman pembunuhan. ER bercerita, dia sering melamun dan tak riang seperti anak sebayanya. Benaknya selalu dibayangi pilihan simalakama: bilang ke orang tua dan mati, atau tetap menahan penderitaan sendiri.

Kedua orangtua dan kakaknya sama sekali tak paham ER sedang menjalani hidup yang berat. “Ibu saya lebih banyak mengurus dagangan di warung, dan ayah saya bekerja sebagai PNS,” katanya. “Tidak mudah melupakan itu.”

Bank Muamalat Cetak Laba Rp 14,1 Miliar pada 2023, Aset Tumbuh 9 Persen

Beruntung ER seorang gadis yang kuat. Dia bisa tumbuh tanpa pernah mengengok ke belakang dan bersumpah menjadi seorang Sarjana Hukum agar tak pernah dizalimi lagi. “Dan cita-cita saya tercapai,” kata perempuan lulusan sebuah universitas negeri ini.

Psikolog anak Kasandra Putranto mengakui dampak psikologis pemerkosaan  sangat kuat membekas. Bagaimana mengatasinya berbeda-beda untuk setiap anak. “Ada yang kuat, ada yang tidak,” katanya.

Untuk itu, Kasandra mengimbau orangtua untuk selalu mengikuti perkembangan anak-anak mereka. Salah satunya, misalnya, adalah mulai berkomunikasi dengan si kecil agar anak terbiasa mengutarakan apa yang dipikirkannya. Sebagai orangtua, mereka juga harus tanggap bila perilaku anak mulai berubah. “Bila muram terus, itu tanda anak bermasalah,” katanya.

Tiga dampak

Psikolog anak dan rumah tangga Sani Budiantini Hermawan menuturkan korban kekerasan seks, seperti yang dialami RI--bocah malang yang tinggal di Cakung, Jakarta Timur dan diperkosa ayah kandungnya sendiri--biasanya terkena dampak medis dan psikologis.

Secara medis, melalui pemeriksaan bisa terbukti apakah benar ada penetrasi sehingga menyebabkan luka atau sobek di daerah kemaluan. Selain itu, bisa juga korban tertular penyakit kelamin atau virus berbahaya lain yang menyerang otak dan berujung pada kematian.

Secara psikologis, anak biasanya menjadi murung, menarik diri dari lingkungan, dan prestasinya menurun karena tidak fokus. “Nafsu makan juga menurun,” kata psikolog dari Universitas Indonesia ini.

Yang berbahaya, masih kata dia, menurunnya semangat hidup bisa berakhir pada depresi dan memicu niat bunuh diri.

Namun, menurut psikolog Alissa Wahid, ada tiga dampak mendasar pada korban pemerkosaan. Pertama, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri. Self blaming ini merupakan cara yang paling sering dilakukan seseorang ketika menghadapi masalah.  Menyalahkan bahkan menghukum diri sendiri, dianggap bisa menyelesaikan masalah.

Kedua, merasa”'rusak”. Alissa mengungkapkan bocah korban pemerkosaan selalu mengalami kemerosotan rasa percaya diri. "Tak jarang korban merasa tak percaya diri karena merasa dirinya seperti barang rusak."

Ketiga, mereka menarik diri dari lingkungan. Perubahan perilaku ini merupakan tanda yang terlihat secara kasat mata.

"Korban umumnya merasa takut mengatakan pemerkosaan yang sebenarnya. Dari situ kemudian muncul gejala depresi ini," kata Alissa.

Tak hanya itu, mereka juga biasanya ketakutan dihakimi oleh orang-orang di sekitarnya. Ketakutan ini akhirnya menimbulkan trauma.

Untuk mengobatinya, kata Sani lagi, psikolog belum bisa bekerja bila penanganan medis belum tuntas. Baru setelah itu dilakukan, psikolog masuk untuk menguatkan dan memberi semangat hidup korban. “Trauma diminimalisir, dukungan keluarga diperbesar, dan perlu menjauh dari pusat trauma untuk sementara, seperti relokasi,” kata Direktur Klinik Daya Insani ini.

Alissa melihat untuk mengurangi dampak psikologis pada korban, sebaiknya orangtua atau orang-orang terdekat memberinya dukungan dan dorongan. “Jangan menyalahkan atau bicara dengan nada tinggi, karena dapat menimbulkan efek buruk pada korban,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya