SOROT 215

Gaza, Bertahan dengan Simpati Dunia

Bendera Palestina, Hamas, Fatah berkibar di Jalur Gaza
Sumber :
  • Reuters/ Mohammed Salem

VIVAnews - Kota Gaza, yang dihajar rudal maut Israel pekan lalu, terasa lebih tenang pada Kamis, 22 November 2012.  Jalanan sarat warga yang keluar rumah, dan saling beruluk salam. Di wajah mereka, senyum kembali mengembang. Pasar bergeliat lagi. Kedai kopi kembali ramai.

Pengakuan Shin Tae-yong Usai Timnas Indonesia U-23 Dikalahkan Irak

Penguasa di Jalur Gaza, Hamas, menetapkan hari itu libur nasional. Mereka rupanya sedang merayakan "kemenangan."  "Selamat atas kemenangan Anda," demikian pejalan kaki kepada polisi lalu lintas Hamas yang bertugas, seperti dipantau Reuters. Gaza seperti bangkit dari sakit.

Kota itu, betapapun, masih penuh puing gedung yang hancur. Gedung Kementerian Dalam Negeri rusak berat. Kantor polisi, dan beberapa blok apartemen, rontok.  Di tengah puing itu, ada bendera Palestina berkibar.

Gaji UMR Mahal, Restoran di New York Pekerjakan Warga Filipina Jadi Kasir Virtual Lewat Zoom

Teror bom sepanjang pekan lalu telah membekap Gaza dalam teror. Tapi sejak Kamis kemarin, tak terdengar lagi raungan jet tempur dari negara Zionis itu.  Malam sebelumnya, warga Gaza bertakbir sambil mengibarkan bendera Hamas dan Palestina. Mereka gembira mendengar gencatan senjata dengan Israel.

Ada juga bendera kelompok Fatah berkibar. Seperti biasa, serangan Israel mempersatukan dua kelompok politik utama Palestina itu, yang biasanya sering berseteru. "Hari ini persatuan telah terwujud. Hamas dan Fatah saling bergandeng tangan, satu senjata dan satu roket," seru pemimpin senior Hamas, Khalil Al-Hayya, kepada ribuan warga di alun-alun Kota Gaza. Nabill Shaath, tokoh senior Fatah, bahkan tampak sepanggung dengan pimpinan Hamas, Jihad Islam, dan faksi-faksi lain.

Segera Dipersunting Rizky Febian dengan Prosesi Ijab Kabul, Mahalini Raharja Bakal Mualaf?

Nun jauh di Tepi Barat, Presiden Otoritas Palestina dari Kelompok Fatah, Mahmoud Abbas, menelepon politisi Hamas, yang merupakan Perdana Menteri di Gaza, Ismail Haniyeh. "Beliau mengucapkan selamat atas kemenangan, dan juga menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para syuhada," demikian ungkap kantor PM Haniyeh.

Di jalan-jalan utama dan alun-alun, rakyat Palestina di Gaza, baik pria dan wanita, malam itu mengibarkan bendera Palestina. Mereka juga menembakkan senapan ke udara. Dari jendela apartemen, wanita dan anak-anak melepaskan kembang api, dan meneriakkan yel-yel. Bagi mereka, gencatan senjata Hamas dan Israel, adalah suatu kemenangan.

"Allahu Akbar, rakyat Gaza, kita menang. Kita berhasil mengalahkan arogansi Yahudi," teriak seseorang yang terdengar dari pengeras suara di suatu masjid di Kota Gaza. "Ini kemenangan bagi Gaza," kata Said Shbair kepada Reuters, yang antusias melihat dagangan sayurnya kembali diserbu ibu-ibu yang sudah berani keluar rumah.

"Banyak orang turun ke jalan kemarin malam untuk ikut dalam perayaan itu menandakan suatu pesan bahwa Gaza tidak dapat dikalahkan," kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, yang dikutip harian USA Today. "Dari sarang singa, kami mencanangkan kemenangan," kata Abu Ubaida, juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Izz el-Deen Al-Qassam.  

Bagi awam, makna kemenangan di Gaza itu tampak sulit dicerna secara logis. Persenjataan Hamas tidak sebanding dengan Israel (). Jumlah korban pun timpang. Selama delapan hari baku tembak, sedikitnya 162 warga Palestina di Gaza tewas, termasuk 37 anak-anak. Sementara dari sisi Israel, sebanyak lima orang tewas.

Namun, bagi warga Palestina --terutama Hamas-- kemenangan itu menunjukkan besarnya daya tahan dan semangat rakyat menghadapi gempuran Israel yang digdaya itu. Didukung solidaritas internasional dan diplomasi Mesir serta negara lain, Hamas merasa mampu memaksa Israel menyetujui gencatan senjata. 

Berita dan foto korban jiwa, terutama anak-anak, tersebar hebat di media massa dan laman jejaring sosial, menjadi tekanan bagi Israel. Bahkan, juga dari dalam negeri Israel sendiri. Serangan tak seimbang itu segera dilihat tak semata baku tembak Hamas dan Israel, tapi sudah menjadi tragedi kemanusiaan.

Hamas berupaya meladeni kedigdayaan militer Israel dengan 1.500 rudal jarak pendek Fajr V - --yang diduga dipasok dari Iran-- maupun roket rakitan. Sekitar 85-90% serangan Gaza itu berhasil dihalau oleh sistem pertahanan rudal Israel bernama Kubah Besi (Iron Dome).

Tapi, berbeda dari konflik pada 2009, kemampuan serangan Hamas mulai meningkat. Mereka kini mampu menembakkan roket, hingga mendekati Yerusalem dan Tel Aviv -- dua kota mahapenting bagi Israel. Satu ibukota pemerintahan, dan satunya lagi pusat bisnis dan keuangan.

Bagi juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, roket itu bisa menjadi peringatan bagi Israel. "Perlawanan telah mencapai, dan telah menerapkan formula baru. Bila Gaza diserang, kami akan menembak ke Tel Aviv dan sekitarnya," kata Abu Zuhri kepada Reuters.

Para pejabat Hamas dan Israel, maupun kalangan pengamat tak menjamin gencatan senjata itu akan berlangsung permanen. Masih ada konflik pokok antarpihak yang bertikai itu.

Hamas tetap menolak keberadaan Israel di tanah yang mereka serobot dari warga Palestina. Sebaliknya, Israel melihat Hamas sebagai kelompok teroris yang tak boleh didiamkan. Dengan Fatah di Tepi Barat pun Israel masih berkonflik soal batas wilayah dan kepemilikan lahan.

Namun, warga Gaza sudah lama merindukan perdamaian, seperti direkam stasiun berita BBC. "Saya harap gencatan senjata ini terus berlangsung. Saya yakin kedua pihak ingin damai," kata Ramy, warga Gaza yang baru dua pekan lalu kembali dari Inggris setelah menempuh pendidikan di kota Oxford. Dia pulang untuk mencari kerja di kampung halamannya.

Warga Gaza lainnya, Ibrahim, mengaku sangat butuh suasana damai. Dia tulang punggung keluarga, pencari nafkah satu-satunya bagi 11 anggota keluarga. "Kita semua ingin gencatan senjata. Lingkaran kekerasan ini harus diakhiri," kata Ibrahim.

Bantuan Indonesia
Penderitaan warga Gaza mengundang simpati, dan juga bantuan dari masyarakat dunia. Jika pemerintah mereka kurang leluasa mendukung karena dibatasi kepentingan politik, para warga dari penjuru dunia memberikan bantuan lewat beragam cara. Mulai unjuk rasa, penggalangan dana, penyaluran bantuan, hingga perang di jagat maya ().

Para relawan dari Indonesia, misalnya, menunjukkan dukungan bagi rakyat Palestina tak sekadar unjuk rasa di jalan, dan caci maki di jejaring sosial. Mereka membantu secara kongkrit, membangun rumah sakit di Gaza.

Fasilitas itu diberi nama Rumah Sakit Indonesia (RSI). Dananya berasal dari rakyat Indonesia yang disalurkan dan dikelola Medical Emergency Rescue Commitee (MER-C), lembaga kemanusiaan berbasis di Jakarta.

Berlokasi di Bayt Lahiya, Gaza Utara, rumah sakit itu bekerja untuk pemulihan trauma dan rehabilitasi bagi warga Gaza korban konflik.  Sedikitnya 100 pasien bisa dilayani di sana.

Rumah sakit itu dibangun dua lantai plus satu basement (ruang bawah tanah), dan satu lantai area tengah (middle area). Tanahnya seluas 16.261 meter persegi, adalah wakaf dari pemerintah Palestina. Sayangnya, saat perang Hamas dengan militer Israel meletup sejak Rabu 14 November 2012, rumah sakit itu belum dapat digunakan.

Presidium MER-C, dr. Joserizal Jurnalis, mengatakan rumah sakit itu direncanakan dapat berfungsi pada akhir 2013, atau paling lambat awal 2014. "Membangun di daerah konflik memang tidak mudah. Banyak kendala di lapangan," ujar Joserizal, Senin 19 November 2012. Ongkos pembangunannya sebesar Rp30 miliar. Namun, dana terkumpul sampai Mei 2012 baru mencapai Rp21 miliar.

Diakui Joserizal, anggaran membengkak dua kali lipat dari rencana semula. Sebab, rancang bangunnya membutuhkan penyesuaian, yaitu ruang bawah tanah (basement) dan struktur fondasi untuk empat lantai. "Basement di sana sangat penting. Israel sering menembaki rumah sakit, masjid, dan ambulan. Sehingga basement diperlukan untuk perlindungan pasien dan storage," katanya.

Saat serangan Israel pekan lalu, sebanyak 28 orang relawan MER-C berlindung di basement itu. Mereka melanjutkan pengerjaan ruang bawah tanah itu dengan material yang ada. Tak seorang pun dibolehkan keluar, hingga situasi aman.

Tentu saja, meski belum bisa digunakan, sejumlah pejabat petinggi Palestina berterima kasih kepada rakyat Indonesia. Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniya, memuji solidaritas rakyat Indonesia itu. "Wahai rakyat Gaza, jangan pernah bersedih karena di belakang kalian ada rakyat Indonesia," ucap Haniya, seperti dikutip MER-C di brosurnya.

Rumah Sakit Indonesia itu, kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Palestina Dr. Naji Sarhan, adalah amanat rakyat Indonesia untuk Palestina.  “Dia akan menjadi salah satu rumah sakit terbesar di Gaza, bahkan di seluruh wilayah Palestina," ujar Sarhan. (np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya