SOROT 208

Hallyu, Gelombang Dahsyat dari Korea

Aksi Psy di The Today Show
Sumber :
  • REUTERS/ Brendan McDermid

VIVAnews - Pagi itu, 9 September 2012. Edho, Zach, Vic, Arap, dan Insu memenuhi janji datang ke kawasan car free day Bundaran Hotel Indonesia. Membawa gerobak berisi sound system, mereka bersiap menggelar flash mob: Gangnam Style - Psy.

Reaksi Anindya Bakrie Usai Oxford United Pastikan Tiket Promosi

Lewat woro-woro sederhana di dunia maya, anak-anak muda dari Tim Happy Holiday itu sanggup mengumpulkan sekitar 1.000 orang dari berbagai kalangan. Hampir semua sudah menghapal gerak tarian penunggang kuda ala penyanyi asal Korea Selatan itu.

Begitu musik mengalun, kelimanya langsung membaur dengan keramaian, memprovokasi massa untuk segera menari bersama. Dalam hitungan detik, semua orang pun terhanyut. Kompak menarikan gerakan goyang naik kuda sembari komat kamit: Oppa Gangnam style, Gangnam style ...

Mundur dari Ketum PBB, Yusril Ihza Mahendra Jelaskan Alasannya

Aksi yang terekam di YouTube itu menarik perhatian masyarakat luas. Sejak diunggah siang harinya, video bertajuk 'Gangnam Style Flashmob (illegal mob) - Happy Holiday Indonesia #5' itu sudah ditonton lebih 1,8 juta kali.

Virus Gangnam Style memang tengah melanda dunia. Tak cuma menyerang Edho, Zach, Vic, Arap, Insu, dan ribuan orang di Indonesia, tapi juga jutaan orang di berbagai penjuru dunia. Tak terkecuali di Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang, Inggris, Kanada hingga Amerika Serikat.

Nikita Mirzani Kembali Berhijab, Netizen: Istiqomah atau Pencitraan?

Tengok saja sederet video di YouTube yang menampilkan sukacita masyarakat di sejumlah negara melakukan flash mob Gangnam Style. Termasuk juga ragam parodinya.

K-pop

Virus itu seolah kian mengukuhkan sihir musik pop Korea atau K-pop di dunia. Jauh sebelum Psy muncul dengan video klipnya yang fenomenal, K-pop sudah meracuni para remaja di dunia lewat aksi boyband dan girlband macam Super Junior, SNSD, JYJ, TVXQ, Kangta, BoA, U Know, Max, SHINee, f(x), dan Trax.

Ludesnya tiket konser K-pop di Le Zenith de Paris concert hall tahun lalu mungkin bisa menjadi bukti kuatnya pengaruh K-pop di Eropa.

Awalnya, konser yang menampilkan sejumlah boyband dan girlband asal Korea itu adalah pertunjukan tunggal satu malam. Namun, konser akhirnya digelar selama dua malam setelah muncul petisi tuntutan dari ribuan fans yang tak kebagian tiket.

Seperti dilansir KoreaHerald.com, lebih 7.000 penggemar larut dalam setiap konser yang berlangsung tiga jam itu. Yang menakjubkan, dari ribuan penonton itu hanya sekitar dua persen yang merupakan warga Korea. Selebihnya, adalah warga Perancis dan warga negara Eropa lainnya.

Gegap gempita semacam itu juga terekam di ‘SM Town Live 2010 World Tour in LA’ dua tahun silam. Dari sekitar 15.000 penonton, hanya 30 persen orang Korea. Sebanyak 20 persen adalah orang Asia lainnya, dan selebihnya penonton asal Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa.

Direktur Pusat Kebudayaan Korea, Kim Hyun-ki, mengatakan bahwa kesuksesan K-pop menembus pasar global tak lepas dari peran pemerintah yang meluncurkan program beasiswa besar-besaran ke Eropa dan Amerika Serikat bagi artis dan seniman di negaranya, 20 tahun silam.

Keseriusan menggarap kekuatan industri pop nyata berbuah manis. Program beasiswa itu secara tak langsung ikut menyokong lahirnya artis-artis berpengalaman yang mengerti selera musik, gaya hidup, dan selera pasar.

Sukses industri musik Korea Selatan juga terekam lewat kemunculan 'K-pop Hot 100' di billboard.com. Ini menjadikannya sebagai negara kedua di Asia dengan kekuatan musik mendunia, setelah Jepang. Maklum, tangga lagu yang dirilis Billboard selama ini selalu menjadi tolak ukur kualitas musik dunia.

Menurut Yoon Jae-kwon, seorang agen talenta asal Korea, hampir semua artis K-pop harus menjalani penggemblengan bakat selama enam bulan sampai satu tahun. Penampilan fisik mereka pun dipoles sebelum dimunculkan ke pasar global. "Sistem pelatihan ini telah ada sejak era 1990an dan sangat rahasia Bahkan, calon artis pun tidak akan tahu sampai akhirnya merasakannya," ujarnya.

Hallyu

K-pop. Sebetulnya itu hanya salah satu bentuk serangan gelombang kebudayaan Korea atau Korean Wave yang dikenal dengan ‘Hallyu’. Ini istilah untuk fenomena tersebar luasnya budaya pop Korea ke berbagai negara di dunia, hingga merangsang banyak orang mempelajari bahasa dan budaya Korea.

Tak hanya musik. Hallyu juga menyerbu dunia melalui berbagai produk lain. Dimulai dengan serial drama televisi, film, video game, bahkan kartun atau animasi Korea yang dikenal dengan Manhwa.

Keberhasilan Korea Selatan mengekspor konten hiburan dimulai sejak akhir 1990an. Ketika itu serial drama televisi mereka mulai disiarkan di Jepang, China, dan negara-negara di Asia Tenggara. Pemirsa televisi di Indonesia tentu masih ingat sejumlah serial drama Korea seperti Winter Sonata, Endless Love, My Sassy Girl Choon Hyang, atau Boys Before Flower.

Seperti dilansir kbs.co.kr, nilai ekspor konten hiburan Korea Selatan sampai pertengahan tahun 2012 sudah mencapai US$137 juta (sekitar Rp1,31 triliun). Ekspor terdiri dari film, drama seri, musik, konser. Angka ini melonjak sekitar 11,4 persen dibandingkan pertengahan awal tahun sebelumnya.

Daya magis Hallyu bahkan turut mendongkrak nilai ekspor berbagai produk industri lainnya seperti kosmetik, fashion, aksesoris, elektronik, bahkan pariwisata.

Banyak fans fanatik di penjuru dunia tertarik menggunakan kosmetik yang diiklankan bintang pujaan. Banyak yang tergoda membeli handphone seperti yang dipakai bintang pujaan di serial favorit mereka. Tak sedikit pula yang terobsesi mengunjungi tempat-tempat menarik yang muncul di film atau video klip.

Survei Korea International Trade Association menemukan sebanyak 80 persen responden mengangguk setuju bahwa Hallyu telah meracuni mereka untuk membeli lebih banyak produk-produk Korea Selatan. "Ada rasa percaya diri dengan label 'Made in Korea' sekarang," kata Tyler Brule, editor Monocle, majalah gaya hidup berbasis di London. "Fenomena ini sungguh menarik."

Profesor Kim Hue-chong, pakar seni dari Universitas Chugye Korea Selatan, mengatakan bahwa kekuatan Hallyu tak lepas dari kolaborasi nilai-nilai idealisme budaya lokal dengan nilai budaya global.

"Namun, Hallyu harus dipahami sebagai sesuatu yang dapat tumbuh sebagai produk budaya Asia, bukan semata-mata sebagai aset bisnis yang hanya dikembangkan untuk tujuan ekspor ke berbagai pelosok dunia," ujar Kim seperti dilansir koreatime.co.kr.

Profesor Choi Hyun-ju, pakar komunikasi dari Universitas Sungkyunkwan menambahkan bahwa pelaku industri Korea Selatan harus mampu mengakomodasi nilai-nilai budaya negara-negara yang menjadi terbius Hallyu. "Ini penting agar gelombang budaya Korea Selatan tak cepat surut," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya