Sri Sultan HB X

Dua Pintu di Anggrek Neli

VIVAnews - PROFESOR Muladi kehilangan senyum. Matanya sedikit mendelik. Ketua Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), yang juga menjadi Ketua Golkar Bidang Hukum dan HAM itu mendesak keras.“ Seharusnya dia mundur dari jabatan karena melanggar disiplin partai,” katanya di kantor Lemhanas, Rabu pekan lalu. Partai politik, sambungnya, punya aturan internal yang harus ditaati setiap kader.

Prediksi Serie A: Cagliari vs Juventus

Tampaknya, Muladi kesal benar dengan langkah politik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Raja Yogyakarta yang juga merupakan anggota Dewan Penasehat Golkar itu dikabarkan akan bersekutu dengan Megawati untuk merebut istana pada 2009. Duet ini sohor dengan nama Mega-Buwono. Langkah politik Sri Sultan, dianggap Muladi sudah kelewat jauh.

Tapi tidak semua petinggi Golkar “mendelik.” Sejumlah di antaranya malah riang gembira. Walau tidak menyetujui Sultan menjadi wakil Megawati, Anton Lesiangi menegaskan, “Manuver Sultan itu sangat bagus.”

Soal tudingan telah melanggar disiplin kepartaian, Anton mengingatkan, bahwa tahun 2004 Jusuf Kalla juga menjadi calon wakil presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung Partai Demokrat. “Kalla tidak dipecat, malah menjadi ketua umum,” kata Anton.

9 Deretan Patung Yesus Kristus Tertinggi di Dunia, Indonesia Menempati Posisi Pertama

Surya Paloh, Ketua Dewan Penasehat Golkar juga menyokong langkah Sultan. Paloh melukiskan politik di Golkar baru ditingkat pemanasan. Karena itu, katanya, “Jangan sakit perut dulu lah.”

Tapi naga-naganya, tampaknya memang tak terhindarkan akan banyak petinggi Golkar yang mulas-mulas.  Manuver kelompok pro-Sultan di Golkar bakal kian kencang pekan-pekan ini. Anton Lesiangi malah memastikan  bahwa sejumlah petinggi partai itu  mendukung Sultan.

Tim Hukum Prabowo Sebut Amicus Curiae MK Bentuk Intervensi Peradilan

Golkar adalah jawara tua dalam politik Indonesia. Sejak reformasi bergulir 1988, partai itu terbelah dalam sejumlah faksi. Berbagai friksi internal itu lah yang membuat partai ini terlihat lebih dinamis.

Seorang fungsionaris partai itu menuturkan, Partai Beringin saat ini terbagi paling tidak ke dalam empat kubu. Ada kelompok Jusuf Kalla, Surya Paloh, Akbar Tanjung, dan Agung Laksono. Di luar itu masih ada kelompok-kelompok kecil yang tidak begitu signifikan. Masing-masing faksi memiliki kaki politik di daerah.

Kelompok Jusuf Kalla hampir menguasai semua pengurus harian di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar. Kekuatan Kalla di daerah juga cukup bergigi. Sang Ketua Umum mengontrol hampir semua pengurus daerah di kawasan timur Indonesia dan Sumatera Barat. Walau tidak mengikuti konvensi pemilihan calon presiden Golkar 2004, Kalla tetap saja dicalonkan sejumlah pengurus Golkar dari kawasan timur.

Keperkasaan Kalla juga terlihat dalam Musyawarah Nasional (Munas) di Bali pada akhir 2004. Meski Akbar Tanjung  dianggap sukses memimpin Golkar saat partai itu dicaci maki setelah Soeharto jatuh, Kalla sukses menekuk Akbar dalam perebutan kursi ketua umum.

Sayangnya selama masa kekuasaan Kalla, kata orang dekat Akbar Tanjung menuding, Golkar terlihat lemah terutama dalam pertarungan politik daerah. Calon kepala daerah yang diusung partai itu keok di sejumlah provinsi. Bahkan, katanya lagi, “Sumatera Utara yang dianggap sebagai lumbung suara Golkar juga kalah telak.”

Kelemahan itu bisa dimaklumi.  Sebab, kata Anton Lesiangi, “Tugas utama Jusuf Kalla adalah Wakil Presiden, bukan Ketua Umum Golkar.” Kesibukannya sebagai wakil presiden membuat partai itu harus mengalah.

Keluhan sejumlah daerah itulah, kata sumber di Golkar, yang dimanfaatkan Akbar Tanjung. Dua tahun terakhir Akbar rajin berkunjung ke sejumlah daerah dan melakukan konsolidasi. Itu sebabnya, sumber ini amat yakin Akbar masih masih cukup punya gigi di Golkar. “Bang Akbar masih memiliki sejumlah kader yang dulu berasal dari alumni Himpunan Mahasiswa Islam,” katanya.

Kekuatan Akbar itu juga dilirik PDI Perjuangan. Dalam jajak pendapat internal partai itu, Akbar masuk lima besar sebagai kandidat wakil presiden. Megawati juga mengundang Akbar dalam rapat nasional yang digelar di Solo, dan Akbar hadir di sana.

Faksi lain yang juga cukup berpengaruh adalah Surya Paloh. Di partai itu, Surya menduduki jabatan Ketua Dewan Penasehat. Posisi itu cukup memberi peluang Surya untuk leluasa melakukan zig-zag politik. 

Dua tahun lalu, Surya Paloh bertemu dengan Taufiq Kiemas di Tokyo, Jepang. Di situ mereka bersepakat agar PDI Perjuangan dan Golkar bersekutu dalam Pemilu 2009. Pertemuan di Tokyo itu kemudian berlanjut ke Jakarta, Palembang, dan beberapa daerah lain. Langkah politik Paloh sempat membuat Golkar mendidih.

Dengan cerdik, Surya mengemas semua manuvernya dalam kemasan "silahturahmi antar penasehat partai". Taufiq Kiemas, yang juga suami Megawati, memang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan.

Kaki Surya paloh di daerah juga lumayan kukuh. Fungsionaris Golkar itu menuturkan, sekitar lima pengurus Golkar provinsi terhitung sebagai pendukung kuat Surya Paloh. Tak cuma itu, tangan Surya juga menjulur ke sejumlah organisasi yang menginduk ke Golkar.

Kekuatan yang juga cukup diperhitungkan di Golkar adalah Agung Laksono. Ketua DPR ini dianggap memiliki basis kokoh di Golkar Jawa. “Walau tidak semua Golkar Jawa mendukung Agung,” kata sumber itu lagi.

Indra Bambang Utoyo, mantan pengurus pusat Golkar, membenarkan peta politik di Beringin itu. Cuma, kata dia, “Yang kuat cuma Jusuf Kalla, Surya Paloh dan Agung Laksono.” 

Lalu di mana posisi Sultan? Kekuatan Sultan memang tidak begitu besar. Jabatan tertingginya di partai itu cuma ketua Golkar Yogyakarta dan Wakil Ketua Dewan Penasehat. Meski demikian, beberapa faksi berdiri di belakangnya. Anton Lesiangi memastikan, “Surya Paloh dan Agung Laksono mendukung Sultan.”

Sokongan untuk Sultan itu memang sudah terang benderang. Surya Paloh membela habis-habisan langkah Sultan. “Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan Sultan,” kata Surya kepada VIVAnews.

Surya juga mengakui bahwa selama ini dia kerap kali wira-wiri dengan Sultan ke sejumlah daerah. “Pekan lalu saya dan Sultan baru pulang dari Kalimantan Tengah,” katanya. Paloh menegaskan Sultan memiliki semua syarat untuk menjadi wakil dan bahkan presiden sekali pun.

Bagi sejumlah petinggi politik Golkar, penampilan Sultan cukup “seksi” untuk Pemilu 2009. Dalam sejumlah jajak pendapat, tingkat elektibilitasnya tinggi. Dia kerap bertengger di posisi ketiga setelah Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati.

Melihat itu, sejumlah pemimpin organisasi dan pengurus daerah Golkar tak lagi "kuat iman" untuk tak terang-terangan mendorong Sultan jadi calon presiden. Alasan mereka sederhana. Kalau dalam Pemilu Legislatif PDI Perjuangan menjual Megawati sebagai pemikat suara, Demokrat mengusung Yudhoyono, maka Sultan pantas dikibarkan Golkar. “Toh, tingkat elektibiltasnya tinggi,” kata Anton Lesiangi, penuh gairah.

Faktor itu juga lah yang mendorong SOKSI, organisasi onderbouw Golkar, ketika pada akhir 2008 lalu mencalonkan Sultan sebagai RI-1. Walau kekuatan SOKSI kini tidak begitu besar di Golkar, mereka memiliki dua kader sebagai pengurus pusat Golkar, yakni Syamsul Mu’arif dan Ali Wongso.

Langkah serupa, kata Anton Lesiangi, akan segera diikuti sejumlah organisasi lain di Golkar.

Angin ke arah Sultan bertiup kian kencang di Golkar. Tapi bagaimana caranya dan apa jalurnya? Mekanisme penentuan calon di Golkar lebih berliku ketimbang di PDI Perjuangan dan Partai Demokrat. Seleksi kandidat dilakukan lewat sejumlah mekanisme yang telah diatur Anggaran Dasar.

Akhir pekan lalu, Ketua Fraksi Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat, mengusulkan agar partai itu segera menggelar rapat konsultasi guna membicarakan calon presiden atau wakil presiden Partai Beringin. Meski demikian, ditegaskan Anton Lesiangi, rapat konsultasi “tidak ada dalam anggaran dasar partai.”

Menurut Anggaran Dasar Golkar, ada tiga mekanisme yang tersedia: Musyawarah Nasional (Munas), Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Rapat Khusus Anggota. Munas dihadiri semua pengurus Golkar sampai tingkat kabupaten dan kota. Rapimnas hanya untuk pengurus Golkar sampai provinsi. Sedangkan Rapat Khusus adalah forum untuk pengurus pusat saja.

Munas, kata seorang petinggi Golkar, kini sulit digelar sebab hampir semua kader di daerah sibuk bertarung dalam Pemilu Legislatif. Jalur yang paling mungkin adalah Rapimnas dan Rapat Khusus Anggota. Cuma melalui dua pintu itu lah Sultan bisa secara resmi diusung partai yang bermarkas di Jalan Angrek Neli, Jakarta Barat itu.

Tak berapa lama lagi, publik tampaknya akan disuguhi tontonan politik menarik--dan mudah-mudahan bermutu--saat para petinggi Golkar tarik-menarik membuka-tutup dua pintu strategis bagi Sang Raja Jawa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya