SOROT 83

"Mereka Dianggap Kaum Dilaknat Tuhan"

Wakil Ketua Komnas HAM Hesti Armiwulan
Sumber :
  • dokumen pribadi

VIVAnews –  STIGMA kaum transgender sebagai penyakit masyarakat dan memiliki kelainan jiwa, membuat kaum ini mengalami diskriminasi dalam banyak hal.  Mengaku berganti kelamin, misalnya, bisa jadi berbuntut hak mereka dikebiri. Misalkan, untuk urusan pekerjaan.  Tak banyak kaum ini kerja kantoran.

Komnas HAM, menurut  Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal, Hesti Armiwulan, pernah mendapat laporan soal ini. Salah seorang transgender ‘dipaksa’ menghentikan serangkaian tes kerja begitu mengakui identitasnya. Padahal hasil tesnya tidak mengecewakan.

Bagaimana hak mereka di mata hukum?  Dalam wawancara dengan VIVAnews, Rabu 12 Mei dan Jumat 14 Mei 2010, Hesti Armiwulan membeberkannya. Ini petikannya:

Kaum transgender seringkali mendapat diskriminasi, bagaimana tanggapan Komnas HAM?
Kami selalu berpandangan dalam perspektif  Hak Asasi Manusia .  Bahwa setiap orang memiliki hak, harkat dan martabat yang sama. Tidak boleh didiskriminasi dalam hal apapun. Dalam diri setiap manusia melekat hak hidup, jaminan perlindungan, hak individu dan sebagai bagian dari masyarakat.

Saya melihat di Indonesia mereka masih terdiskriminasi yang membuat hak-hak yang melekat pada dirinya kemudian hilang. Diskriminasi ini diawali pertama dengan stigmatisasi, bahwa itu adalah penyakit masyarakat. Dengan stigma tersebut mereka tidak bisa menggunakan potensi manusia yang dimilikinya secara maksimal. Stigmanya berupa penyakit masyarakat atau mereka punya kelainan jiwa. Stigma adalah pelanggaran HAM. Dampaknya adalah mereka mengalami diskriminasi dalam banyak hal.

Berapa banyak  Komnas HAM pernah mendapat laporan dari kaum transgender  terkait diskriminatif  ini?
Selama ini ada beberapa kasus yang dibawa atau dilaporkan ke Komnas HAM. Contohnya yaitu, hak untuk mendapatkan pekerjaan. Pelapor ini ketika mendaftar dan mengikuti tes, ranking dan hasilnya bagus. Tetapi begitu wawancara, dan ia mengatakan bahwa dirinya seorang transgender, diminta untuk keluar dan tes berhenti begitu saja. Padahal hasil tes intelektualnya bagus, dan semua memenuhi syarat. Ketika ia mengemukakan secara terbuka,  justru diminta untuk pergi dan keluar dari kantor tersebut.

Apakah kasus seperti itu cukup banyak?
Kasus yang masuk tidak terlalu banyak dari sisi kuantitas, dan yang dilaporkan jumlahnya sangat terbatas. Hal itu karena mereka mengetahui atau merasa bahwa advokasi belum berpihak kepada mereka. Tetapi mereka tetap menyampaikan keluhan dan ada yang berusaha untuk melakukan advokasi. Problem yang sama tidak hanya dialami transgender (wanita pria) tetapi juga kaum gay, biseksual dan lesbian. Mereka juga mengalami stigma dan tahu bahwa situasi belum kondusif bagi mereka.

Apa ada yang berlanjut ke proses hukum?
Kasus yang saat ini dalam proses hukum adalah kekerasan yang dialami waria (wanita pria) tahun 2008 dan 2009 oleh aparat. Jadi, mereka dikejar-kejar oleh aparat untuk dirazia, lalu melompat ke sungai untuk melarikan diri tetapi kemudian meninggal dunia. Waria memang mengalami banyak kekerasan baik dari aparat maupun Satpol PP, karena dianggap melanggar ketertiban umum. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan polisi, karena harus ada yang dinyatakan bersalah.

Bagaimana Komnas HAM menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM yang dialami kaum transgender?
Setelah mendapat laporan dari mereka kami melakukan pemantauan dan investigasi. Jika dalam pemantauan ditemukan ke pelanggaran HAM, kami akan memberikan surat rekomendasi atas dugaan pelanggaran HAM pada pihak terkait. Misalnya pada kasus razia waria, kami memberikan rekomendasi pada instansi terkait, bahwa ada pelanggaran HAM dalam razia tersebut. Yang harus mengambil langkah konkrit adalah instasi yang dilaporkan. Setelah kami menemukan fakta, kami memberikan rekomendasi yang tertinggi, untuk ditindaklanjuti.

Selain kasus razia dan diskrimasi dalam mendapat pekerjaan, apakah ada kasus lain?
Pengaduan isu lain itu terkait penyakit HIV AIDS. Para transgender yang positif terkena HIV AIDS pernah mengadukan ke komnas HAM. Mereka mendengar kabar atau isu bahwa mereka tidak akan lagi mendapat obat-obatan HIV AIDS secara gratis dari pemerintah. Padahal hidup mereka sangat bergantung dari obat tersebut.

Kapan laporan tersebut diajukan dan bagaimana penyelesaiannya?
Pada 2009 lalu dan 2010 ini juga ada. Kami langsung mengonfirmasi pada pihak terkait dalam hal ini Kementrian Kesehatan. Setelah kami konfirmasi, ternyata hal itu tidak benar dan obat-obatan tetap diberikan gratis tanpa membedakan orientasi seksual. Sepertinya isu tersebut muncul karena ketakutan atau kepanikan mereka.

Keluhan apa yang sering dilontarkan kaum transgender pada Komnas HAM?
Mereka sering menyampaikan kalau mereka hanya menginginkan tidak adanya lagi perlakuan diskriminatif. Mereka juga ingin diakui harkat dan martabatnya sebagai manusia, dan warganegara, serta bagian dari masyarakat.

Bagaimana langkah komnas HAM untuk mewujudkannya?
Kami memberikan pendidikan kepada masyarakat, bahwa setiap manusia,  apapun orientasi seksualnya, memiliki hak sama dan tidak boleh didiskriminasi. Kewenangan kami selaku lembaga negara adalah bertanggung jawab memberikan pemahaman mengenai HAM pada masyarakat terutama pada kaum termarjinalkan. Langkah konkretnya adalah pada periode 2004 - 2007, ada komisi perlindungan kelompok khusus yang isunya tentang perlindungan terhadap hak-hak Lesbian Gay, Biseksual, Transgender (LGBT).

Saya juga pernah berdebat dengan kalangan fundamentalis, yang menyebutkan kalau mereka adalah kaum dilaknat Tuhan dan tidak perlu dibela. Lalu saya jawab, jika memang mereka dilaknat Tuhan, itu adalah urusan mereka dengan Tuhan bukan dengan Anda. Memang, upaya sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat sangat penting bahwa kaum transgender juga memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti yang lain sebagai warganegara.

Terkait kasus hukum transgender, Alterina Hofan, yang dituntut penipuan dan pemalsuan identitas, bagaimana tanggapan komnas HAM ?
Kalau itu Komnas HAM tidak bisa terlibat dalam persoalan. Hal itu karena, kasus tersebut sudah menjadi sengketa hukum. Sengketa hukum dalam hal ini mempersoalkan status Alter. Komnas HAM belum melihat adanya persoalan pelanggaran HAM. Ini benar-benar persoalan hukum, karena ia dituduh melakukan pemalsuan identitas. Kasus Alter bukan persoalan pelanggaran HAM, karena tidak ada persoalan bahwa ia tidak terima dengan statusnya, tapi konteksnya adalah ibu mertuanya itu merasa bahwa Alter melakukan penipuan.

Apakah pihak dari Alter ada yang melapor ke Komnas HAM ?
Sampai saat ini tidak ada. Andaikata dia melapor ke Komnas HAM, tetap penyelesaiannya harus secara hukum. Jadi yang menyelesaikan dan memutuskan pengadilan. Kecuali, jika Alter sudah menunjukkan bukti yang sah secara hukum, tetapi putusan pengadilan tidak memberikan keadilan maka disitulah muncul pelanggaran HAM. Tapi kan sampai saat ini kasus tersebut masih disidangkan belum ada putusan.

Alter memiliki alat bukti, untuk menentukan bersalah atau tidak. Dia sudah melakukan proses yang tepat, dan sudah mendapat putusan di pengadilan di Jayapura. Alat bukti itu dipakai untuk membelanya di persidangan. Ini proses hukum yang sudah tepat.
 
Penjara Alter juga terombang-ambing apakah di penjara wanita atau pria. Padahal menurut pengadilan di Jayapura ia telah ditetapkan sebagai pria?
Masalah ini harus menjadi perhatian aparat dalam hal ini penegak hukum. Faktanya bahwa ada individu dengan orientasi seksual berbeda. Itu harus dipikirkan oleh para penegak hukum, bagaimana memperlakukan dan mengualifikasikan bukan hanya berdasarkan fisik atau jenis kelamin. Jadi tidak bisa mengategorikan hanya berdasarkan jenis kelamin saja. Persoalan ini seharusnya membuka mata para pihak yang terkait.

Bagaimana pemenuhan hak-hak hukum kaum transgender yang tersandung masalah hukum, seperti Alter misalnya ?
Itu yang kita tidak tahu apakah persoalannya karena hanya gara-gara LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) seseorang dipenjara atau kasus lainnya yang merupakan kasus hukum sebagai masyarakat biasa. Contohnya Ryan, ia yang seorang homoseksual yang melakukan kejahatan mutilasi. Ia dipenjara karena kejahatan yang dilakukannya bukan karena ia seorang homoseksual. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah memenjarakan seseorang hanya karena orietasi seksualnya. Kalau memang kasus hukum diselesaikanlah secara hukum dengan proses yang tepat.

Akhirnya Letkol Danu Resmi Jadi Komandan Pasukan Tengkorak Kostrad TNI Gantikan Raja Aibon Kogila
Ilustrasi jenis sabu.

Polres Malang Bongkar Home Industry Sabu di Jatim

– Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Malang berhasil membongkar praktik produksi narkotika jenis sabu di wilayah Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024