SOROT 77

“Tak Memungkinkan Ibu Mega Maju di 2014”

VIVAnews – Nama Puan Maharani semakin populer menjelang Kongres Nasional PDI Perjuangan di Bali pada 5-9 April 2010. Menurut kabar yang beredar, Puan termasuk yang digadang-gadang untuk menggantikan posisi Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai. Setidaknya, untuk disandingkan dengan Megawati di posisi Wakil Ketua Umum.

Pertimbangannya, selain merupakan putri semata wayang pasangan Megawati-Taufiq Kiemas, Puan adalah kader PDIP yang sudah cukup dikenal masyarakat. Puan juga dinilai memiliki basis politik yang sudah teruji karena berhasil meraih suara terbesar dalam Pemilu Legislatif 2009 di daerah pemilihannya, Solo, termasuk dengan mengalahkan tokoh sekaliber Hidayat Nur Wahid.

Berbeda dengan ibunya yang kaku bersikap, oleh pengamat Puan dilihat merupakan sosok yang lentur dan pragmatis dalam berpolitik. Dalam hal ini, ia lebih mirip ayahnya. Jika Mega masih tak bersedia bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Puan tampil mendampingi Taufiq Kiemas ketika memberikan ucapan selamat saat SBY memenangkan Pemilu Presiden 2009. Nama Puan bahkan sempat disebut-sebut sebagai salah satu calon menteri SBY, meski belakangan batal karena sikap tegas Mega menolak tawaran koalisi.

Untuk mengetahui lebih jauh riwayat dan pandangan politiknya ke depan, VIVAnews mewawancarai cucu Soekarno kelahiran 6 September 1973 ini. Petikannya:

Bagaimana Anda mengenal Bung Karno?
Saya secara fisik tidak pernah bertemu Bung Karno. Beliau sudah tidak ada ketika saya lahir. Tapi karena saya dibesarkan di keluarga Bung Karno, ibu saya putrinya Bung Karno, ya saya jadi tahu Beliau, langsung dari anaknya-lah. Saat bersekolah, saya juga belajar mengenai siapa Soekarno. Saya juga tahu Bung Karno dari buku-bukunya, meski tak semua bukunya saya baca. Ketika membaca buku “Di Bawah Bendera Revolusi,” saya jadi lebih mengenal Beliau. Namun sebenarnya saya lebih mengenalnya dari orang-orang yang pernah berhubungan langsung dengan Bung Karno, melalui cerita-cerita mereka.

Pandangan Anda tentang PDI Perjuangan?
Partai ini sudah besar, tak lepas dari peran kedua orang tua saya, Megawati dan Taufiq Kiemas. Jadi kalau bicara trah Soekarno di PDI Perjuangan, ya trah dari Ibu Mega. Trah Soekarno yang lain sudah punya partai masing-masing. Ada Bu Rahma, Bu Sukma, atau Pak Guntur yang tidak ikut partai politik. Pak Guruh meski juga mencalonkan diri menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan, tetapi mayoritas ternyata memilih Ibu Mega.

Motivasi Anda terjun ke dunia politik?
Karena besar di lingkungan politik, mungkin dalam diri saya sudah ada darah politik sehingga saya terpanggil untuk terjun secara aktif di partai ini. Sejak 1999 saya sudah ditawari menjadi anggota legislatif. Saat itu saya masih kuliah, sehingga harus berpikir-pikir apakah akan mengorbankan pendidikan saya atau ikut berperan dalam politik keluarga saya. Saya tidak ingin apa yang sudah diperjuangkan orang tua saya untuk meneruskan ajaran-ajaran Bung Karno itu terhenti. Saya kemudian belajar semampu saya, dan waktu akan membuktikan. Saya tidak mau dikatakan terjun ke politik karena anak ketua umum saja, tapi karena punya potensi dan kemampuan.

Mentor politik Anda siapa?
Mentor saya, langsung atau tidak langsung, ya bapak saya. Sedari kecil saya selalu diajak ke mana-mana. Saya pun melihat, mendengar, dan belajar dari orang-orang yang berperan langsung dalam setiap peristiwa.

Perolehan suara PDIP terus turun sejak 1999. Apakah figur Mega masih tepat untuk mendulang suara pada pemilu 2014 mendatang?
Saya melihat sosok Ibu Mega masih dibutuhkan PDIP sebagai perekat. Ibu Mega inilah yang mengayomi konstituen. Kalah dua kali pemilu bukan semata karena kesalahan figur Ibu Mega, melainkan kesalahan kita semua. Kami semua harus bertanggung jawab. Pasti ada kesalahan kami sehingga mereka tidak memilih kami lagi. Tapi kompetisi juga harus fair, ada juga hal-hal teknis di lapangan yang sepertinya membuat kekalahan ini jadi seperti kurang wajar. Ke depan kami tak boleh menyesali apa yang sudah terjadi. Saya ingin pengalaman masa lalu menjadi pelajaran ke depan untuk mengoreksi diri, mengapa kami ditinggalkan rakyat.  

Menurut Anda, Mega masih bisa diusung jadi calon presiden pada 2014?
Ibu Mega adalah sosok unik buat saya. Dia bukan hanya pengayom keluarga, tapi juga merupakan sosok yang teguh pendirian dan tidak pernah membedakan laki-laki dan perempuan. Alhamdulillah, saya bisa bersosialisasi dengan politikus yang sebagian besar laki-laki karena saya memang dididik bahwa laki-laki dan perempuan punya hak sama. Yang saya sangat hormati, terlepas dari Beliau adalah ibu saya, Ibu Mega adalah tokoh panutan saya dalam hal visi dan misi politik ke depan, yakni ada prinsip yang harus selalu kita pegang walaupun kita bebas berinteraksi dengan orang lain. Soal calon presiden ke depan, kita harus rasional. Dari sisi kondisi dan umur, tidak memungkinkan bagi Ibu Mega untuk maju pada 2014. Namun, kami tidak mau berandai-andai. Toh masih lima tahun lagi. Saya yakin di PDIP akan muncul kader potensial yang bisa dicalonkan.

Apakah kader itu masih dari keluarga Soekarno?
Kami tidak pernah menyiapkan siapa-siapa. Tapi kami melihat dinamika politik berjalan terus, tidak mungkin akan berhenti terus seperti ini. Kita lihat saja nanti akan muncul nama-nama yang mungkin saja mendapat dukungan partai untuk dimajukan sebagai calon dari PDIP.

Soal koalisi, Anda setuju PDIP berkoalisi di pemerintahan SBY?
Koalisi atau tidak ditentukan dalam kongres. Ketua Umum menyatakan apa, kami harus mengikutinya. Kalaupun ada perbedaan itu hanya dinamika. Tetapi begitu sudah ada putusan Ketua Umum, apa pun keputusannya, kami harus ikuti semua sesuai aturan dan mekanisme yang ada. Kalau tidak mau ikut aturan itu ya jangan jadi kader PDIP.

Apabila Anda dipercaya memegang kendali PDIP, bagaimana masa depan partai ini?
Jangan berandai-andai dulu lah. Jangan katakan saya atau siapa yang akan  memegang kendali. Karena jelas, melalui kongres 5-9 April ini, insya Allah ketua umum masih dipegang Megawati Soekarnoputri. Namun, demi cita-cita partai ini ke depan, saya berharap PDIP menjadi partai ideologis modern. Partai yang bisa menjaring konstituennya dengan ideologi tapi punya kader anak-anak muda yang bersemangat. Kami tidak akan lepas dari cita-cita awal. Jadi, tidak ada pragmatisme di partai ini. Semua yang menyatakan dirinya PDIP adalah yang mempunyai ideologi yang sejalan dengan cita-cita Bung Karno.

Jika dicalonkan sebagai Wakil Ketua Umum, Anda siap?
Apapun tugas yang diberikan saya sebagai kader, tentu saya harus siap mengemban amanah itu. Namun, untuk posisi wakil ketua umum, itu berpulang kepada ketua umum. Kalau ketua umum merasa memerlukan wakil ketua umum untuk membantunya, itu merupakan hak ketua umum.

Ada kabar siapa calon pendamping Megawati jadi pertentangan tajam di partai.
Tidak ada perbedaan mendasar di internal PDIP. Siapa yang berani masuk ke PDIP adalah orang-orang yang berani menyatakan dirinya mempunyai ideologi. Jadi kalau kemudian ada perbedaan, itu dinamika politik menjelang Kongres. Perbedaan itu bukan perpecahan. Kami tetap solid, kami satu garis. Apapun yang diputuskan kongres nanti ada keputusan tertinggi partai.

Sisterhood Modest Bazaar, Berburu Baju Lebaran Hingga Menu Berbuka
Kepala BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel

Senada dengan BNPT, Guru Besar UI Sebut Perempuan, Anak dan Remaja Rentan Terpapar Radikalisme

Guru Besar Fakultas Psikologi UI Prof. Dr. Mirra Noor Milla, sepakat bahwa perempuan, anak-anak, dan remaja rentan terpapar radikalisme, seperti paparan BNPT

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024